Champa Kerajaan Melayu yang Hilang di Dunia

Advertisements

BUALNEWS.COM — Ratusan tahun sebelum Bangsa Melayu menangisi kehilangan pulau Singapura, kita telah lama kehilangan satu wilayah yang cukup luas, yaitu hampir meliputi keseluruhan pantai timur Indochina. Lebih menyakitkan, wilayah tersebut menyimpan seribu satu rahasia dan bukti tamadun awal rumpun Melayu yang pernah menguasai hampir keseluruhan kawasan daratan dan perairan Asia Tenggara. Negara tersebut, tidak lain dan tidak bukan, adalah Champa, yang telah berhadapan dengan serangan dan migrasi besar-besaran secara berterusan selama ratusan tahun daripada satu kaum yang berasal dari selatan Negara China yaitu Dai-Viet.

Kehilangan Champa sama seperti kehilangan Patani yang mewarisi keagungan Langkasuka juga akibat serangan dan migrasi berterusan daripada kaum Thai (Sukotai, Ayutthaya dan Chakri) yang juga berasal dari selatan China. Champa, atau apa jua panggilan kepadanya, seperti Lin Yi dan Houan-Wang (catatan China), Kembayat Negara (Syair Siti Zubaidah – Perang China), dan Tawalisi (catatan Ibnu Battutah) kini hanya tinggal sejarah dan penduduknya hidup bertaburan terutamanya di Vietnam serta Kemboja dan menjadi kaum minoritas di bumi sendiri.

Terakhir kali Champa berjaya bangkit membela nasib sendiri adalah semasa di bawah pemerintahan Raja Agung mereka yaitu Che Bo Nga, yang dinyatakan dalam lagenda Cham sebagai Binasuar, manakala Sejarah Dinasti Ming mencatatkan namanya sebagai Ngo-Ta-Ngo-Tcho, memerintah mulai sekitar tahun 1360 Masehi. Malangnya, kebangkitan Che Bo Nga ibarat seperti ‘sinar matahari yang penghabisan sebelum terbenam’. Di bawah pimpinan baginda, Champa kembali bangkit dari tahun 1361 hingga 1390 Masehi dengan melancarkan beberapa serangan balas kepada pihak Dai-Viet dan memenanginya.

Malangnya, baginda akhirnya mangkat pada bulan Februari 1390 Masehi akibat pengkhianatan daripada salah seorang pengawalnya sendiri yang menyebabkan perahu baginda dikepung oleh tentera Vietnam. Apa yang menarik, kebanyakan pengkaji sejarah bersepakat bahawa Sultan Zainal Abidin, tokoh yang dinyatakan di dalam sebuah hikayat Melayu lama yaitu Syair Siti Zubaidah merujuk kepada Che Bo Nga itu sendiri, sedangkan kebanyakan pengkaji sejarah Barat sepakat Raja-raja Champa mulai memeluk Islam bermula pada abad ke-17 yaitu berdasarkan catatan seorang paderi bernama M. Mahot yang bertugas di Champa pada tahun 1676 hingga 1678 Masehi dan mengatakan bahawa Raja dan sebahagian besar penduduk Negara Champa telah menerima agama Islam yang disebarkan oleh orang Melayu yang telah ramai berhijrah dan menetap di sana. Laporan Mahot ini telah disahkan oleh seorang paderi lain bernama M. Freet saat dia menyaksikan sendiri keIslaman Raja Champa dan telah dihadiahkan sebuah Al-Quran.

Baca Juga :  Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Kerajaan Champa adalah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah Vietnam Selatan. Kerajaan yang awalnya bercorak Hindu-Buddha ini diperkirakan berdiri sejak akhir abad ke-2, dan bertahan hingga abad ke-19. Dalam perkembangannya, Kerajaan Champa berubah menjadi kerajaan Islam yang memiliki pengaruh di Asia Tenggara. Bahkan, kerajaan ini memiliki hubungan dengan kerajaan- kerajaan di Nusantara dan berpengaruh terhadap perkembangan Islam di Indonesia.

Sejarah berdirinya
Kerajaan Champa merupakan kelanjutan dari Kerajaan Lam Ap atau Linyi, yang sudah ada sejak akhir abad ke-2, tepatnya pada tahun 192. Sebelumnya, wilayah Vietnam merupakan pecahan dari koloni Tiongkok, yang kemudian memberontak dan melepaskan diri. Tokoh yang memberontak tersebut adalah Khu Lien, yang akhirnya mendirikan Kerajaan Lam Ap pada akhir abad ke-2. Kerajaan Lam Ap ini berkembang dan berubah namanya menjadi Kerajaan Champa, yang pada abad ke-14 menjadi kerajaan Islam. Hanya saja, perubahan dari Kerajaan Lam Ap menjadi Champa sangat minim catatan sejarahnya.

Diketahui bahwa penguasa pertama Champa adalah Bhadravarman I, yang memerintah sekitar tahun 380 hingga 413. Pasa awalnya, pusat pemerintahan Kerajaan Champa berada di Kota Indrapura. Akan tetapi, dalam perjalanannya, ibu kota kerajaan beberapa kali dipindahkan.

Masa kejayaan

Kerajaan Champa mengalami periode kejayaan pada abad ke-7 hingga abad ke-10, di bawah pemerintahan Raja Prithindravarman hingga Raja Jaya Simhavarman II. Indrapura, yang merupakan pusat pemerintahan, menjadi kota yang maju karena didukung oleh pelabuhannya yang menjadi tempat perdagangan internasional. Selain itu, Champa juga berhasil menguasai perdagangan rempah- rempah dan sutra di Asia Tenggara.

Berubah menjadi kerajaan Islam

Sebelum masuknya pengaruh Islam pada abad ke-11, Kerajaan Champa merupakan kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha. Masuknya Islam dibuktikan dengan adanya batu nisan Abu Kamil yang berangka tahun 1039. Namun, catatan sejarah menjelaskan bahwa Raja Che Bong Nga, yang memerintah antara 1360-1390, adalah Raja Champa pertama yang beragama Islam.

Baca Juga :  Alam Melayu dari Sudut Pemikiran dan Pengertian

Raja Che Bong Nga diislamkan oleh Habib Sayyid Husein Jumadil Kubro, yang berasal dari Timur Tengah. Setelah itu, Che Bo Nga berganti nama menjadi Sultan Zainal Abidin, dan Champa berubah menjadi kerajaan Islam. Pengaruh Islam semakin berkembang di Champa pada abad ke-15, di mana penduduknya banyak yang menjadi Muslim. Kemudian, pada sekitar abad ke-17, banyak bangsawan Champa yang mulai memeluk agama Islam.

Hubungan Kerajaan Champa dengan Nusantara

Champa banyak disebutkan dalam narasi sejarah Nusantara. Salah satu sumber menyebut hubungannya dengan Kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya, yang merupakan kerajaan maritim, sangat penting bagi Champa sebagai pusat transit mancanegara.

Kedua kerajaan ini bahkan menjadi sekutu dan saling melindungi dari berbagai ancaman yang datang. Misalnya ancaman perompak yang sempat menyerang ke pusat Champa. Di masa berikutnya, Champa menjalin relasi dengan kerajaan di Sumatera dan Jawa. Disebutkan bahwa ketika Kerajaan Champa diperintah oleh Jaya Simhawarman III, turut andil dalam menghalangi serbuan Mongol ke Jawa.

Disebutkan bahwa ketika Kerajaan Champa diperintah oleh Jaya Simhawarman III, turut andil dalam menghalangi serbuan Mongol ke Jawa. Hal ini dilakukan karena Raja Kertanegara dari Singhasari, menikahkan Simhawarman dengan putrinya, Putri Tapasi. Hubungan Kerajaan Champa dengan Jawa berlanjut hingga ke masa Kerajaan Majapahit. Pasalnya, putri Champa yang bernama Darawati diketahui menjadi permaisuri dari Prabu Brawijaya V. Pernikahan mereka melahirkan Raden Patah, yang nantinya mendirikan Kerajaan Demak.

Tempat asal Wali Songo
Berkembangnya Islam di Champa juga berpengaruh besar terhadap keislaman di Nusantara, khususnya Jawa. Pasalnya, beberapa Wali Songo, yang menjadi penyebar Islam di Jawa, adalah keturunan Kerajaan Champa. Putra Jumadil Kubro yang bernama Ibrahim Zainuddin Al Akbar As Samarqandiy atau Ibrahim Asmoro, menikah dengan Chandra Wulan, putri Raja Champa. Mereka adalah orang tua Sunan Ampel. Tidak hanya itu, Sultan Maulana Sharif Abdullah Mahmud Umdatuddin atau Wan Bo Tri Tri, yang meneruskan jabatan Raja Champa periode 1471-1478, menikah dengan Nyi Mas Rara Santang, putri Prabu Siliwangi dari Pajajaran. Mereka mempunyai putra yang kemudian dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati adalah dua anggota Wali Songo yang berperan besar dalam mengislamkan Jawa.

Baca Juga :  Jalur Perdagangan Terpendek dan Rebutan

Runtuhnya Kerajaan Champa
Selama berdiri, Kerajaan Champa memiliki musuh abadi, yakni Bangsa Khmer yang berasal dari Kamboja. Konflik antara Champa dan Khmer berlangsung sejak abad ke-10 hingga abad ke-15, ketika Kota Vijaya dihancurkan oleh Khmer. Kehancuran Vijaya ini berdampak pada tewasnya sekitar 60.000 orang dan sisanya dijadikan budak.

Akibatnya, banyak masyarakat Islam Champa yang kemudian bermigrasi ke Kamboja, Malaka, Aceh, dan daerah lain di Sumatera. Selain konflik dengan Khmer, Champa juga mengalami serangan dari penguasa lain di Vietnam. Riwayat Kerajaan Champa berakhir pada 1832, setelah dihapuskan oleh Kaisar Minh Mang dari Dinasti Nguyen.

Peninggalan Kerajaan Champa
Kerajaan Champa memiliki beberapa peninggalan yang masih bisa disaksikan hingga saat ini. Berikut ini beberapa di antaranya.

Menara Po Klong Garai
Candi atau Menara Po Klong Garai didirikan oleh Raja Jaya Simhavarman III atau Che Man (1285- 1307), sebagai penghormatan terhadap Raja Po Klong Garai (1151-1205).
Hal ini karena Raja Po Klong Garai berhasil menyelesaikan konflik antara Champa dengan Khmer tanpa pertumpahan darah.

Candi Po Nagar
Candi Po Nagar, yang berada di Kota Kauthara (sekarang Kota Nha Trang), didedikasikan untuk Po Nagar, yang dianggap sebagai penemu daripada bangsa Cham dan seorang dewi yang akan merawat bumi.

Situs My Son
Situs My Son atau Mi Son berada di Kota Hoi An, yang didirikan oleh Raja Dhadravarman I atau Pham Ho Dat (380-413). Di dalam situs ini, terdapat sekitar 70 candi yang kemudian hilang saat pecah Perang Vietnam. Situs My Son atau Mi Son dahulu digunakan sebagai pusat keagamaan dan makam untuk tokoh agama dan pejabat kerajaan yang dianggap suci.

Situs Ding Duong
Situs Dong Duong dibangun pada masa pemerintahan Raja Jaya Indravarman I atau Dich Loi Nhan di Ban (959-965). Situs ini sempat rusak berat akibat Perang Vietnam yang berlangsung selama dua dekade. Sekarang, situs ini telah dipugar dan terdiri dari lapangan, aula pertemuan, candi suci, dan dua patung perunggu.

Penulis: Ilham Taufik, Mahasiswa Prodi Akuntasi Syariah, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah Bengkalis

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *