Pengertian Musytarak dan Dalalahnya

Advertisements

BUALNEWS.COM — Musytarak secara bahasa berasal dari kata syaraka (شرك) yang artinya bersekutu atau bersama-sama. Dalam bentuk isim maf’ul menjadi musytarak (المشترك) yang bermakna sesuatu yang digunakan bersama-sama atau sesuatu yang memiliki bagian-bagian yang banyak. Jika ditinjau dari perspektif terminologi ilmu ushul fiqh, musytarak merupakan suatu lafaz tunggal yang memiliki lebih dari satu makna, dimana lafaz tersebut diletakkan untuk menunjukkan masing-masing makna tersebut dengan penggunaan yang setara dan dalam status yang sama-sama hakiki, bukan dalam pengertian majazi (metaforis).

Dengan kata lain, musytarak adalah satu ungkapan atau kata yang secara bahasa diciptakan untuk menunjukkan beberapa arti yang berbeda-beda, dimana penggunaan kata tersebut untuk setiap maknanya bersifat hakiki (literal) dan bukan kiasan, serta memiliki tingkat penunjukan yang sama kuat antara satu makna dengan makna lainnya tanpa ada yang lebih dominan. Lafaz musytarak ini berbeda dengan lafaz yang memiliki makna umum (‘amm) karena lafaz ‘amm mencakup semua satuannya secara sekaligus dengan satu pengertian yang sama, sedangkan musytarak memiliki beberapa makna yang berbeda-beda dan terpisah satu sama lain, sehingga ketika lafaz tersebut digunakan, maka ia hanya menunjuk pada salah satu dari makna-maknanya tersebut, kecuali jika ada indikator yang memungkinkan penggunaan semua makna sekaligus.

Sementara itu, dalalah secara etimologi berarti petunjuk atau indikasi. Dalam konteks pembahasan musytarak, dalalah merujuk kepada cara bagaimana suatu lafaz musytarak menunjukkan maknanya atau bagaimana kita bisa menentukan makna yang dimaksud dari beberapa kemungkinan makna yang dimiliki oleh lafaz musytarak tersebut. Dalalah musytarak merupakan pembahasan yang sangat penting dan kompleks dalam ilmu ushul fiqh karena berkaitan dengan bagaimana memahami teks-teks syariah yang mengandung lafaz-lafaz musytarak, sehingga bisa menghasilkan pemahaman dan penerapan hukum Islam yang tepat dan sesuai dengan maksud Syari’ (Allah dan Rasul-Nya).

Baca Juga :  Prabowo Subianto Ingatkan! Di Ajak Kerjasama Tak Mau, Ya Jangan Mengganggunya

Para ulama ushul fiqh memiliki berbagai pendapat tentang bagaimana dalalah lafaz musytarak ini harus diperlakukan, apakah harus memilih salah satu makna berdasarkan indikator yang ada (tarjih), menggunakan semua makna sekaligus jika memungkinkan (jam’u), berhenti sampai ada kejelasan (tawaqquf), atau menganggap terjadi pengulangan penggunaan untuk setiap makna (tikrar al-isti’mal). Perbedaan pendapat ini berdampak langsung pada perbedaan dalam penetapan hukum fiqh, seperti terlihat dalam kasus-kasus klasik seperti penafsiran kata “quru'” untuk masa iddah wanita atau kata “lamastum” untuk hal-hal yang membatalkan wudhu. ***

Penulis :Nur Susyanti, Hukum Ekonomi Syar’iah, Institut Syariah Negri Jujungan Bengkalis (Isnj)

Next Post

No more post

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *