Guru Baik Tentulah Mengajar dengan Hati

Advertisements

SEORANG guru adalah menjadi sumber belajar bagi anak didiknya maka hadirnya guru yang mendidik dengan hati adalah menjadi faktor penting dalam dunia pendidikan. Sebab hadirnya seorang guru tidak hanya mengajar ilmu pengetahuan. Akan tetapi yang lebih penting adalah mendidik ilmu dengan kasih sayang, menanamkan sikap, tabiat, prilaku dah ahlakul karimah yang baik.

Dan memanglah, peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran sehingga guru berperan benar-benar sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apapun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan.

Sebaliknya, ketidakpahaman guru tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, guru sering duduk di kursi sambil membaca, suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin dengan ilustrasi dan lain-lain.

Akibatnya, prilaku guru yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga guru akan sulit mengendalikan siswa. Menjadi guru jangan hanya ingin menjadi orang yang didengarkan kata-katanya, tetapi juga harus bersedia mendengarkan kesulitan yang dihadapi oleh muridnya.

Oleh sebab itu, paling tidak ada beberapa pilar pendidikan untuk menyongsong abad serba digital pada hari ini, yaitu: pertama, learning to how (belajar untuk mengetahui). Kedua, learning to do (belajar untuk melakukan). Ketiga, learning to be (belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri yang berkepribadian.

Baca Juga :  Pengembangan Ekonomi Islam Berbasis Kependidikan di Perdesaan

Ketika ilmu pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan hasil-hasil teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran utama guru di sekolah adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan.

Dalam kondisi demikian guru berperan sebagai sember belajar (learning resources) bagi siswa. Siswa akan belajar apa yang keluar dari mulut guru. Oleh karena itu, ada adagium yang menyebutkan “Bagaimana pun pintarnya siswa, maka tidak mungkin dapat mengalahkan pintarnya guru”. Apakah dalam kondisi yang demikian masih tetap dapat dipertahankan? Apakah ilmu pengetahuan sebagai warisan masa lalu yang harus dikuasai itu hanya dapat dipelajari dari mulut guru? Tentu saja tidak. Dalam abad teknologi dan informasi seperti sekarang ini, siswa dapat mempelajarinya dari berbagai sumber.

Namun demikian, guru tetap mempunyai peran yang sangat penting dalam membelajarkan siswa-siswinya. Artinya bahwa bagaimanapun hebatnya kemajuan teknologi, peran guru akan tetap diperlukan. Teknologi yang konon bisa memudahkan manusia mencari dan mendapatkan informasi dan pengetahuan, tidak mungkin dapat mengganti peran guru.

Lalu, apa peran guru dalam kondisi demikian? Apakah guru sebagai satu-satunya sumber belajar masih tetap relevan? Apakah ada peran lain yang dianggap lebih penting? Bagaimana melaksanakan peran-peran tersebut agar proses pengajaran yang menjadi tanggung jawab lebih berhasil? Di bawah ini peran-peran guru yang sangat penting dan harus dimiliki secara personal dan professional.

Prinsip dasar inilah yang sering dilupakan, sehingga kalau kita mau bicara dengan jujur, pada masa ini, yang berdiri di depan kelas, kebanyakan adalah tenaga-tenaga pengajar. Bukan seorang guru. Bagaimana mungkin menjadi guru, setelah satu tahun mengajar, masih tidak dapat menghafal nama murid-muridnya.

Baca Juga :  Memahami Konsep Ekonomi dan Uang dalam Kehidupan

Murid-murid di zaman kini, sudah jauh lebih kritis dibandingkan dengan murid-murid 10 tahun yang lalu. Coba dengarkan apa yang mereka saling ceritakan di luar kelas: Pak guru, suruh kita kerjakan soal yang banyak, agar bisa main HP. Sehingga ketika kita saling menyontek, pak guru sama sekali tidak melihat.

Bayangkan, kalau dibenak murid-murid sudah tertanamkan image seorang guru yang tidak dapat menjaga kewibawaan seorang pendidik, maka apakah kita masih bisa berharap kelak anak – anak didik sang guru, bakal menjadi anak-anak yang cerdas dan jujur?. Karena tetaplah khawatir andaikan berada dalam tangan seorang pengajar, bukan seorang guru.

Guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Sebelum proses pembelajaran dimulai sering guru bertanya: “Bagaimana caranya agar ia (baca: guru) mudah menyajikan bahan pelajaran?” Pertanyaan ini sekilas memang ada benarnya. Melalui usaha yang sungguh-sungguh, guru ingin agar ia mudah menyajikan bahan pelajaran dengan baik. Namun demikian, pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran berorientasi pada guru. Oleh sebab itu, akan lebih tepat manakala pertanyaan tersebut diarahkan kepada siswa. Misalnya apa yang harus dilakukan agar siswa mudah mempelajari bahan pelajaran sehingga tujuan belajar tercapai secara optimal. Pertanyaan tersebut mengandung makna kalau tujuan mengajar adalah mempermudah siswa belajar. Inilah hakikat peran fasilitator dalam proses pembelajaran.

Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan, dan sebagainya. Agar guru berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada bebrapa hal yang harus dimiliki. Pertama, guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran.

Baca Juga :  Mutiara Sejarah Rempang Buat NKRI

Seorang guru adalah seorang pemimpin. Dimana cara berpikir, sikap mental, dan perilakunya tercermin dalam keseharian di depan dan diluar kelas, menjadi contoh teladan bagi anak-anak yang berada dalam asuhannya. Seorang yang tidak dapat memimpin diri sendiri, mustahil akan dapat menjadi seorang guru yang baik.

Oleh sebab itu, mari saling mengingatkan bahwa seorang guru adalah sosok yang seharusnya patut ditiru perilakunya. Beruntung masih cukup banyak guru yang patut menjadi teladan, namum masih cukup banyak yang berdiri sebagai pengajar. Semoga kedepan, setiap sosok yang berdiri mengajar di depan kelas adalah seorang guru.

Seorang guru tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya, tetapi juga mendidik mereka. Untuk mendidik, tidak harus mengajar di bidang etika atau menjadi guru agama. Mengajar di bidang apapun, sesungguhnya setiap guru, dapat mendidik para muridnya, yakni mengajar dengan hati.***

Penulis: Asniwati.SPd.AUD, Guru TK negeri Pembina 3 Bengkalis, Kabupaten Bengkalis

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *