Pemasaran Politik: Hakekatnya Memasarkan Komuditas Gagasan Politik

Advertisements
This image has an empty alt attribute; its file name is FOTO3-2-768x1024.jpg BUALNEWS.COM — Politik bukankanlah suatu jenis komuditas sehingga politik dalam ruang lingkup pemasaran politik kurang dikenal masyarakat secara umum dan kurang mendapat tempat. Baru dalam beberapa dekade belakangan ini, pemasaran politik dalam arti ilmu dan praktek dilapangan menjadi sebuah keperluan bagi setiap partai politik, calon presiden/gubernur/walikota/bupati atau calon anggota legislatif dalam pertarung disetiap pemilu. Padahal pemasaran politik juga merupakan sebuah pemasaran karena pada hakekatnya ia berhubungan dengan aktivitas memasarkan suatu jenis komoditas tertentu yakni gagasan politik. Gagasan politik bisa dalam arti berupa gagasan dari seorang tokoh politik, sebuah entitas politik atau sebuah partai politik tertentu, (Solatun Dulah Sayuti, 2014, 7) Tentu pula pemasaran politik tidak juga sesederhana atau sebatas layaknya pidato dengan saling bersaing merebut perhatian publik. Tapi pemasaran politik dapat merujuk pada segala upaya yang dilakukan oleh partai politik atau kandidat dari dalam suatu kontestalasi politik untuk memilih posisi persaingan di tengah arena pasar pemilihan, baik pemilihan umum kepresidenan, pemilihan umum legislatif maupun pemilihan umum kepala daerah. Oleh sebab itu, padangan dari beberapa ahli terkait pemasaran politik seperti disampaikan Harrop dan Kavanagh (Dalam Solatun Dulah Sayuti, 2014, 11) keduanyaa sependapat kalau pemasaran politik bukan sebatas pengiklanan politik, penyiaran dan pidato-pidato politik baik langsung maupun melalui media penyiaran. Tegasnya lagi kata Kavanagh yakni pemasaran politik mencakup seluruh segi dari setiap usaha untuk menjadikan seseorang kandidat atau partai politik yang dipasarkannya terpilih dalam suatu pemilihan umum.
Baca Juga :  Quo Vadis Paradigma Berkomunikasi
Pemasaran politik sebagai suatu tujuan dalam pandangan Scammell dalam buku Komunikasi Pemasaran Politik karya Solatun Dulah Sayuti dikatakan bahwa tujuan dari pemasaran politik adalah untuk memperoleh pijakan bagi langkah-langkah pemilihan strategis dan pengembangan teknik komunikasi kampanye pemilihan umum serta pengukuran dampak dari komunikasi kampanye pemilihan umum tersebut dalam kaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai melalui kampanye yaitu memenangi pemilihan umum. (Sayuti:2014,11). Tapi yang jelas, pemasaran politik merupakan kelanjutan dari elaborasi atas suatu kebijakan komunikasi politik yang dapat mencakup strategi yang lebih global dari rancangan, rasionalisasi dan penyaluran komunikasi politik modern. Pemasaran politik juga belakangan menonjolkan berbagai metafora platform politik sebagai perjuangan politik yang ditawarkan dan sekurang-kurangnya menjadikan publik atau khalayak sebagai calon pemilih untuk modal bertarung di pemilu legislatif dan presiden dalam rangka sketsa citra dari produk politik yang juga ditawarkan. Sehingga pemasaran politik, sebagai pemasaran produk barang dan jasa pada umumnya memiliki kekhususan produknya yang ditawarkan pada pasar politik. Bentuk-bentuk produk politik yang ditawarkan melalui pemasaran politik meliputi:
  1. Platform ideologis partai politik atau calon (kandidat) berikut sejumlah proposal kebijakan yang diusungnya.
  2. Pemimpin dana para petinggi partai politik yang dicalonkan ke dalam pemilihan umum, baik pemilihan umum presiden maupun kepada daerah.
  3. Anggota partai politik secara umum, terutama dalam pemasaran politik menjelang kampanye politik legislative (Butler and Collins, 1994 and 1999)
Hal yang tidak kalah pentingnya dalam pemasaran politik adalah tentu terkait seberapa terpercaya (credible) kandidat yang akan menjadi representasi personal atas metafora tersebut. Disinilah letak pemasaran politik menjadi suatu komponen sangat penting yang tidak dapat dipisahkan, apalagi ditiadakan dari sebuah petelaahan kajian komunikasi politik. Alasannya adalah komunikasi pemasaran politik itu sendiri akan mencakup keseluruhan proses pemasaran politik dari sejak tahapan kajian pasar politik tingkat pendahuluan yang bisanya dilaksanakan di dalam kerangka untuk menguji prakiraan-prakiraan politis dan menetapkan target perolehan dukungan konstituen politik. (Sayuti: 2014:16). Kemudian persoalan mendasar yang membedakan pemasaran politik dan bukan politik, khususnya dunia perdagangan barang dan jasa konvensional dijelaskan Kotler adalah kalau pemasaran politik penuh dengan gagasan-gagasan, emosi, konfik dan kemitraan (Sayuti, 2014; 23). Dalam dunia pedagangan tidak dikenal kampanye atau iklan negatif yang sangat lazim terjadi di dalam arena komunikasi dan pemasaran politik, terutama dalam kampanye politik. Teori pemasaran politik yang menggunakan teori gabungan marketing atau marketing mix (Niffenneger, 1989) yang dikenal dengan istilah 4P yaitu product, promotion, price dan place. Konsep pemasaran atau marketing yang selama ini dikenal dengan bauran pemasaran konvensional Jerome McCarthyn (1957) yaitu terdiri komponen ‘4-Ps’ (product, price, place and promotion), kini telah berkembang menjadi dan sekaligus mempopulerkan salah satu pelaksanaan kegiatan bidang pemasaran politik atau yang disebut dengan political marketing Pengembangan selanjutnya mengenai konsep pemasaran tersebut ke bidang lainnya secara lebih aplikatif, kreatif dan inovatif oleh pakar pemasaran moderen, Kotler pada tahun 1980-an yang merambah ke bidang selain program pemasaran yang bertujuan komersial, maupun non komersial yakni pemasaran bidang sosial atau kesejahteraan sosial, lalu berkembang lagi menjadi konsep komunikasi pemasaran terpadu dan hingga ke aktivitas pemasaran bidang politik. Sebaliknya dalam pemasaran politik menurut teori Adman Nursal (2004) terdiri dari 3P yaitu push marketing, pull marketing dan pass marketing. Kemudian ada teori Adman Nursal yang lain juga dikenal dengan 4P yaitu policy, person, party dan presentasi. Hanya saja memang, kalau dibandingkan ketiga teori ini maka teori pemasaran politik menurut Niffenneger dan Adman Nursal memiliki persamaan pada tema pemasaran politik yang hendak dilakukan oleh kandidat atau tim kampanye dalam arena pemilihan umum. Perbedaan yang kentara antara kedua teori adalah teori Niffenneger lebih rinci dalam membahas strategi pemasaran politik yang mencakup produk yaitu kontestan itu sendiri, kampanye, biaya yang harus dikeluarkan serta lokasi dimana kandidat akan menargetkan suara pemilih. Sedangkan Teori Adman Nursal 3P lebih kepada teknik dari kampanye kandidat dalam melakukan pemasaran politik dilapangan. Yaitu secara langsung, menggunakan media massa dan menggunakan pihak ketiga (tokoh masyarakat, elite lokal) yang dinilai memiliki pengaruh. Sedangkan teori Adman Nursal 4P lebih jelas arah dan matlamat yang mau dituju dibadingkan teori 4Pnya Niffenneger. Walaupun demikian kedua teori 4P menjadi sebuah kekuatan dari pencerahan bagi penelaahan kajian komunikasi pemasaran politik. Sebab kesungguhan usaha pemasaran politik yang demikian ini diyakini akan dapat memaksimalkan potensi pemenangan partai politik, kandidat dan keniscayaan misalnya karena hal tersebut secara akademik maupun berdasarkan fakta empirik terbukti dimungkinkan, misalnya melalui usaha-usaha penerapan teknik-teknik pemasaran yang baku ke dalam pemasaran dan kampanye politik yang pada gilirannya akan dapat memastikan atau menjamin bahwa perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian seluruh tahapan kampanye politik akan berjalan secara sistematik, efisien dan terarah pada memperoleh sasarannya yaitu keputusan pemilih untuk menjadikan partai politik dan para kandidat sebagai pilihan mereka. *** *DAWAMI, mahasiswa pascasarjana ilmu komunikasi fisip universitas riau,dmcitytjpalas,28/02/2020.Jm02.20.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *