Pulau Rupat Mutiara Peradaban Selat Melaka

Advertisements


BUALNEWS.COM — Rupat bukan nama baru dalam sebuah sebutan. Buku Suma Orental karya Tome Pires merupakan buku catatan perjalanan pada awal abad ke-16 atau tahun 1512 hingga 1515, telah disebutkan bahwa di pulau ini ada empirium yang menguasainya dalam bentuk kerajaan.

Apakah kerajaan dimaksud adalah pengaruh dari Kerajaan Johor, Haru atau Samudra Pasai. Atau sebaliknya, memang sebuah kerajaan yang sudah ada sebelum Kerajaan Melaka jaya dan pada akhirnya takluk ke Melaka. Atau sememang, Kerajaan Melaka itu sendiri dalam pengaruh kebesarannya. Bisa juga memang ada kerajaan dengan nama lain didalamnya ikut mewarnai setiap air pasang naik dan air pasang turun di Selat Melaka. Dimana ikut meramaikan riuh ketenangan peradaban orang Selat di Selat Melaka.

Yang jelas, Tome Pires mencatat kerajaan-kerajaan ini tumbuh disepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatra baik yang besar maupun yang kecil. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain Aceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat, Rupat, Siak, Kampar Tongkal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau, Tiku, Panchur, dan Barus.

Disebutkan Siak, adakah Kerajaan Gasib. Dan bisa juga adalah setelah itu berlanjut ada Kerajaan Siak Sri Indrapura dengan Kelaksamanaan Raja Dilaut Bukit Batu dan penyerahan izin untuk Suku Akit membuka lahan pertanian pada abad ke-17 dengan kawasan Selat Morong jadi mukimnya oleh Sultan Siak.

Tentunya setelah mendapat izin Datuk Empang Kelapahan dan Datuk Bintang Beheleh sebagai tuan di pulau yang konon gabungan dari pulau-pulau kecil dan pulau-pulau tersebut merapat sehingga menjadi pulau besar dikenal Pulau Rupat. Bagi Suku Akit, tak semudah itu pula menempati pulau ini yaitu harus penuhi syarat dengan menyerahkan sekerat mata beras, sekerat tampin sagu dan sebatang dayung emas. Kalau permintaan itu bisa dipenuhi, mereka (Suku Akit berasal dari Kalimatan’Red) boleh tinggal di pulau ini sampai ke anak cucu.

Apakah dipilihnya Selat Morong bagi Suku Akit adalah bagian dari sebab untuk memperkuat barisan pertahanan di Selat Melaka bagi Kerajaan Siak Sri Indrapura. Disebabkan selat ini membelah Pulau Rupat dan menghubungkan Selat Melaka dan Selat Rupat. Lalu, bagaimana dengan pemukiman penduduk, perkampungan di pulau ini kalau kita lihat langsung berhadapan dengan Selat Melaka dan malah bisa dihitung pemukiman langsung berhadapan dengan Selat Rupat. Berbanding terbalik dengan Pulau Bengkalis, dimana perkampungan lebih mengikuti pesisir sepanjang pantai Selat Bengkalis dibanding langsung berhadapan Selat Melaka.

Baca Juga :  Siti Aisyah Binti Abu Bakar As-shidiq : Kecintaan pada Rasullah SAW, Melebihi Segalanya

Tak salah kalau dari beberapa titik di sepanjang pesisir pantai dan dalam Pulau Rupat ada tempat, desa atau kampung yang menunjukkan kesan dari kilas balik perjalanan panjang pulau ini dalam peradaban ceruk di Selat Melaka. Dan ini bisa menunjukan alas dari sejarah ceruk Pulau Rupat.

Berdasarkan buku Suma Orental ini, lalu dimana letaknya, apa dan siapa kerajaan dan rajanya juga masih terus dikaji sebagai sebuah bukti akademik dari ceruk peradaban besar bentangan di Selat Melaka. Pasalnya, dahsyat abrasi dan kuatnya hempasan gelombang musim utara Selat Melaka bisa saja ikut menghilangkan bukti sejarah besar pulau ini.

Rupat tetap sebagai pulau sangat strategis dari dulu hingga kini. Walaupun, Rafles tak memasukan pulau ini dalam pertukaran wilayah kekuasan antara Belanda dan Inggris. Tersebab Pulau Rupat masuk dalam wilayah pengaruh Belanda. Tapi yang jelas dengan hanya 20 menit sudah bisa menyeberang kekawasan Semenanjung Malaysia atau malah jaringan telkom Malaysia juga hari ini, lalu lalang bisa diakses dibeberapa titik di pulau ini.

Atau ada benar atau pulau ini ada istimewanya dalam percaturan silih berganti yang menguasai Selat Melaka diantara tiga kerajan besar yaitu ada Kerajaan Samudera Pasai (Aceh), Kerajaan Haru (Deli Serdang) dan Kerajaan Johor.

Sebaliknya, pulau ini dari dulu dikuasai oleh kelompok-kelompok yang juga ikut mewarnai keamanan Selat Melaka sehingga dibeberapa tempat dikenal sebutannya. Ada Alohong, tidak saja memiliki pantai yang bagus tapi juga sebutan dari sebuah kawasan yang memiliki kesan horrizontal dengan riuh Selat Melaka.

Dan masih banyak lagi, historial kultural menyentak titik pemahaman kita tentang pulau ini kalau semakin jauh menelusurinya. Kemudian ada perkampungan Makeruh juga punya cerita dan diberkati banyak juga warganya berbangsa asal dari Habaib selain punya alam pantai luar biasa indahnya. Belum lagi cerita-cerita lain dari hadirnya Beting Aceh yang terus membesar dan sudah mulai membentuk pulau baru dengan ditumbuhi pohon-pohon. Disamping, ada cerita Putri Sembilan diyakini sebagai penjaga harmonisasi keindahan dan kultural bagi Pulau Rupat.


***
Pulau ditengah Selat Melaka dan membelah antara Semenanjung Malaysia dan Pantai Timur Pulau Sumatera yaitu Pulau Rupat nampak hijau, tenang makin bercahaya keindahannya begitu sang surya pagi menyinarinya dan memantul dengan cerah. Betullah kata Iman Algazali bahwa sesuatu yang indah pastilah memiliki sirat makna dari kehidupan. Pasalnya, manusia pada umumnya menyukai sesuatu yang indah, baik terhadap keindahan alam maupun keindahan seni. Keindahan alam adalah keharmonisan yang menakjubkan dari hukum-hukum alam yang dibukakan untuk mereka yang mempunyai kemampuan untuk menerimanya.

Baca Juga :  BERMULA NAMA

Sebab mulai datri filosof zaman Plato, Aristoteles, Imam Algazali sampai zaman modern sekarang ini. Teori tentang keindahan muncul karena mereka beranggapan bahwa keindahan juga telah memberikan warna tersendiri dalam sejarah peradaban manusia.
Peradaban pulau dengan luas lebih kurang 1.500 km2 dan dihuni sekitar 47.000. Adalah sesuatu yang menarik dan kenapa Rafles lebih memilih Singapura untuk dipertukarkan dan kenapa tidak Pulau Rupat. Walaupun demikian pulau dengan kisah Putri Sembilan ini tidak begitu saja lewat dalam membicarakan bagaimana rentak dari peradaban Selat Melaka. Buktinya, banyak nama dari sebutan-sebutan di Pulau ini ada kisah. Sebut saja nama Alohong. Mau tahu cari sendiri! Dan tanda-tanda tapak sejarah dari peradaban Selat Melaka itu.

Pulau Rupat yang jelas menyimpan pesona alam yang masih asri dan masih alami. Mulai dari pemandangan sungai kecil yang mengalir tenang, hingga sungai besar yang membelah pulau. Selain itu pemandangan pantai dengan panorama pantai pasir putih yang sanggup menawan hati para pengunjung. Ada pantai yang cukup dikenal diantaranya adalah Pantai Rhu di Desa Teluk Rhu, Pantai Ketapang di Desa Sungai Cingam, Pantai Lapin di Desa Tanjung Punak ataupun salah satu pantai yang melegenda yaitu Pantai Alohong. Ada lagi pantai yang pemandangannya tak kalah indah yaitu Pantai Makeruh.

Pantai Ketapang sedikit berbeda, di pantai ini keIndaham memang, itulah kesan pertama sampai di Ketapang Beach,Rupat Island, Riau, Indonesia. Bisa ditempuh setelah melalui perjalanan lebih kurang 20 menit dari Simpang Nyirih Jalan Poros Desa Pangkalan Nyirih-Rupat, akhirnya sampai di Pantai Ketapang yang dulu bernama Pantai Lohong. Pantai Ketapang, Desa Sungai Cingam. Apalagi melihat panjang pantainya dan bentangan lebar sangat luas hingga sampai 70 meter sehingga sangat berkesan, asyik dan menarik untuk dikunjungi dan menyaksikan langsung air surut dan melihat pasir putih. Buktinya, memang luar biasa pasirnya, putih, halus dan kalau dianginkan maka nampak cahaya-cahaya putih di pasirnya.

Kemudian ada cerita besar, dari zuriat penjaga amanah Sultan Siak Sri Indrapura suku Akit bernama Alohong dengan segala sandangan gelar dialamatkan kepadanya. Tapi masyarakat, Alohong adalah pahlawan tapi bagi yang melewati dari riau peradaban Selat Meka maka Alohong adalah bajak laut, perampok, penganggu ketenteraman laut, lanun dan segala gelar disematkan kepadanya.

Baca Juga :  Dunia Ini Terlalu Istimewa Bagi Manusia

Tapi, Alohong tetaplah seorang Alohong. Nama besarnya oleh masyarakat diabadikan menjadi nama jalan, nama pantai dan nama dusun di Desa Sungai Cingam, Kecamatan Rupat, Kabupaten Bengkalis di Pulau Rupat. Bertulisan hurup rapi sebagai penunjuk nama jalan. Tapi, apakah setiap nama diberi tanpa ada petanda, mengenang atau mewariskan sebuah kisah, cerita besar dibalik nama besarnya. Dan benar pula kata hikmah selalu mengatakan, setiap waktu ada masanya dan setiap masa ada orangnya.

Alohong adalah zuriat dari Suku Akit. Dari suku inilah melahirkan banyak generasi pejuang yang bisa dicatat bahwa Pulau Rupat tidak pernah di jajah dan disinggahi bangsa eropa. Dan kuatnya hubungan Makeruh (negeri para habaib) , putri sembilan dan lainnya sebagai penyiar keagamaan dan alur keturunan Suku Akit sebagai trah menjalankan amanah Sultan Siak Sri Indrapura melahirkan sosok generaasi anak pulau pemberani bernama Alohong.

Alohong sebagai anak pulau generasi Suku Akit tentu ikut mendiami, mengawasi dan menjunjung amanah secara turun-temurun dari Sultan Siak Sri indrapura dan ditempatkan di kawasan Selat Morong. Di sepanjang bibir Selat Morong inilah hari ini berdiri sejumlah perkampungan dimulai dari Desa Titi Akar, Hutan Ayu, Hutan Panjang, Gonyeh (Pangkalan Nyirih dan Pangkalan Pinang), Sungai Cingam dan Lohong semuanya menjadi alas kekuatan sejarah Pulau Rupat.

Dari alas kekuatan sejarah inilah melahirkan generasi anak pulau bernama Alohong, masyhur dengan kerenah rentak zamannya dan ikut memberi nafas serta bermain dalam arus deras Selat Melaka sebagai alur besar peradaban dunia. Apalagi hubungan antar serumpun sebagai anak pulau yaitu Rupat, Singapura, Melaka, Johor dan Riau Kepulauan adalah nafas tersendiri tak terpisahkan satu sama lainnya.

Artinya, Alohong tidak hanya sebatas nama jalan, nama dusun, nama pantai yang pasir putihnya menawan. Tapi Alohong adalah generasi pemberani anak pulau bernama Pulau Rupat membuat pulau ini mardeka dari jamahan Protugis, Inggris dan Belanda. Dan bukan pula Pulau Rupat tidak eksotis, kaya rempah atau tidak strategis tapi ada generasi anak pulau menjalankan amanah Sultan yang gagah, petarung, pemberani. Dan disisi lain ada para habaib, tuan guru, yang juga menjaga, merawat, menanamakan nilai-nilai keagamaan, ketuhanan serta kemanusian sehingga harmonisasi kehidupan di pulau ini terus terjaga hingga kini dari titik bernama Desa Makeruh. ***

Penulis: Dawami S.Sos, M.I,Kom, Dosen IAITF Dumai, Pegiat Lingkar Pojok Literasi dan Jurnalis Senior Wartawan Utama.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *