BUALNEWS.COM — Pagi ini, begitu cerah. Air laut di Selat Rupat pun seperti tidak terlalu bergelombang. Kalaupun ada gelombang kecil itulah petanda berada di laut. Taklah mungkin tak bergelombang. Kalau takut dengan gelombang maka jangan bermain dilaut. Apakan lagi tinggal di tepi pantai, begitulah kata bijak Melayu.
Aku duduk dibangku nomor dua dari depan di ruangan VIP Kapal Dumai Line 11 dengan tujuan Pulau Bengkalis. HayalanKu pun tertuju ke hamparan luas Selat Rupat di tahun 90an saat Kapal Kayu KM Alle Ekspres merajai transportasi penumpang jalur Dumai-Bengkalis. Dari cerita orang tua juga ada kapal kayu KM Pulau Baru dan sebuah kapal milik Angkatan Laut bernama BO sebelumnya, saya pun tak jumpa.
Diawal tahun 2000an dan diakhir tahun 90an, kapal kayu KM Alle Ekspres berganti dengan kapal-kapal fiber, ada Dumai Line dan Batam Jet. Sedangkan kapal tujuan Pekanbaru, ada Kapal Mulia Kencana, Keritang Exspres serta yang lainnya menggantikan kapal kayu Asian Exspres dan lainnya. Di rute Pekanbaru-Selat Panjang ada kapal motor kayu lejen yaitu KM Jelatik yang hingga kini masih bertahan. Padahal juga ada kapal fiber yaitu Meranti Exspres dan lainnya.
“Ya, bang. Dah lama tak lewat laut. Ini pun karena RoRo Sei Selari dan Air Putih lamo antrenya,” ungkap BahSyauki, sahabat dalam perjalanan lebih kurang 1 jam 30 menit menuju ke Pulau Bengkalis. Kami pun bercerita panjang lebar ditemani macam-macam kue. Ada kue apam, lapis, pulot, pisang coklat, goreng sukun dan yang lainnya.
Kapal Dumai Line 11 yang kami tumpangi ini tujuannya tidak hanya ke Pulau Bengkalis, tapi juga ke Selatpanjang, Tanjung Balai Karimun, Batam dan Tanjung Pinang. Hari ini, bagi orang.pesisir Pulau Sumatera mulai dari Dumai, Bandar Laksamana, Bukit Batu, Siak Kecil dan tidak terkecuali orang Pulau Rupat, Dumai serta Duri maka lebih banyak menggunakan Kapal RoRo penyeberangan dengan menggunakan roda dua dan roda empat kalau mau ke pulau berjuluk Pulau Terubuk ini.
“Antrean panjang di RoRo karena ada perbaikan. Biasanya tidak ada antre dan normal-normal saja. Kalaupun anre nasih batas normal. Wajar juga ada jambatan, tapi handalan strategis nasionalnya apa? Sebagai pulau terluar, pulau strategis kuasai Selat Melaka atau lainnya,” begitulah hayalanKu. Tanpa terasa, kapal terus melaju dan sudah meninggalkan Pelabuhan Internasional Dumai. Deretan kapal tanker seperti besusun dan bebaris, ada yang menunggu bersandar dan ada sekedar berlabuh di Selat Rupat adalah menjadi pemandangan biasa betapa strategisnya Kota Dumai dan Selat Rupat bagi pembangunan nasional.
Terlihat dari kejauhan tapi jelas, Kawasan Industri Wilmar juga tersebut sebagai Kawasan Industri Dumai di Pelintung, Pulau Sumatera sedangkan disebelahnya, tepatnya, di Pulau Rupat juga terlihat menara masjid raya di Batu Panjang makin menambah indah pemandangan pagi ini di Selat Rupat. IngatKu pun melintas pada tulisanKu berjudul Alohong Sang Penerus Amanah Sultan serta novelKu belum pede mau menerbitkannya berjudul Nyayian Angin Selat dan Negeri Sumpahan. Kedua novel ini lahir dan mengilhami dari mendampingi mahasiswa turun KKN.
Berselang itu, lewat sebuah kapal tangker tak jauh dari boya laut. Kami pun sudah memasuki kawasan antara Selat Rupat dan Selat Bengkalis. Kapal terus melaju hinggalah ke Tanjung Jati, airnya tenang. Kalau pun bermacam cerita didendangkan tentang tempat ini dengan pantang larangnya. Sepertinya, menambah kagum diri pada tetua masa lalu tentang pesebatian mereka dengan laut. Ada penguasa Selat Bengkalis, Selat Rupat dan Selat Melaka hingga bergelar Datuk Laksamana Raja Dilaut. Sebuah gelar kehormatan diberikan Raja Kerajaan Siak Sri Indrapura secara turun temurun kepada keturunan Bandar Bengkalis yaitu Encik Emas dan Daeng Tuagek. “Generasi sekarang makin jauh dari laut dan persebatiannya serta semakin menjadi orang darat. Padahal laut adalah kita dan dari sinilah persebatian menjadi bangsa yang besar serta disegan,” pikirnya.
***
KM Alle Ekspres adalah sebuah kapal kayu, bertingkat dua, warna paling mencolok adalah warna merah. Walaupun warna merah cuma menjadi list, tapi terlihat dan menjadi ciri khasnya adalah list merah. Soal tempat duduk, cari aja sendiri yang penting nyaman.
“Yang paling ingat, bang. Kalau dah musim utara tentu gelombang agak sedikit kuat maka macam-macam dilakukan orang seisi kapal,” cerita BahSyauki dengan mata terlihat mengenang jauh kemasa lalu.
“Ada yang azan, ado yang mengaji. Ado yang mencari-cari mano tahu diantara penumpang ade bawa daging kerbau maka tak boleh berada di depan kapal. Hitung-hitung ikut jadi penyebab. Pokoknyo macam-macamlah bang ” ingatnya.
“Terkadang kalau angin kuat dan gelombang besar maka Kapal Alle Ekspres harus balek lagi ke pelabuhan. Menunda keberangkatan hingga esok hari,” kecewalah. Tapi mau dikatakan apalagi maka kapal akan berangkat esok hari.
Biasanya, sesuai jadwal keberangkatan jam 09.00 WIB. Dan sampai pelabuhan Dumai kadang jam 12.00 Wib diatas. Kalau lagi laut tenang maka juga bisa lebih cepat. Apalagi kedatangan kapal Alle dari Pulau Bengkalis ditunggu mobil dan bus tujuan Bagansiapiapi.
Zaman transportasi laut menghubungkan Dumai-Pulau Bengkalis masih mengunakan Kapal Kayu Alle Ekspres, berbagai cerita menjadi cerita pada generasi masanya. KM Alle Ekspres adalah salah satu kapal feri yang melayani rute perjalanan laut antara Dumai dan Bengkalis, dua kota di Provinsi Riau, Indonesia. Feri ini merupakan bagian dari transportasi vital yang menghubungkan kedua daerah, memfasilitasi pergerakan penumpang dan barang.
KM Alle Ekspres mulai beroperasi untuk memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat setempat. Kapal ini menjadi solusi bagi banyak warga yang perlu bepergian antara Dumai dan Bengkalis dengan cepat dan efisien.
KM Alle Ekspres memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian lokal. Kapal ini tidak hanya mengangkut penumpang, tetapi juga barang-barang kebutuhan sehari-hari, sehingga menjadi jalur distribusi vital antara Dumai dan Bengkalis.
Seperti halnya transportasi lainnya, KM Alle Ekspres menghadapi berbagai tantangan seperti kondisi cuaca, perawatan kapal, dan kebutuhan peningkatan layanan. Pembaruan dan pemeliharaan rutin dilakukan untuk memastikan kapal tetap dalam kondisi baik dan layak beroperasi. Hingga berakhirlah masa jayanya di akhir tahun 90an dan diawal tahun 2000an. KM Alle Ekspres tetap jadi ingatan generasi 70an.
***
Hentakan gelombang alun kapal tangker kembali memindahkan perhatian pada pulau sebelah di tanah raya (Pulau Sumatera ‘Red) yang punya ragam cerita diantaranya sumpahan Malin Dewa dan Istrinya Andam Dewi. Dimana hulu menjadi hilir dan hilir menjadi hulu, itulah Bukit Batu hari ini. Ada juga resam Datuk Laksamana Raja Dilaut dalam berpakaian, apakah menjunjung duli atau hilir bergajah. Artinya, apakah Datuk berajakan pada Kerajaan Siak Sri Indrapura atau Datuk berkuasa penuh sebagai penguasa laut dirantau ini.
“Bagi orang Bukit Batu tahu, apakah datuk menjujung duli atau hilir bergajah. Bisa dilihat dari cara berpakaian, bendera digunakan di lancang dan tanjak,” itulah cerita selalu diwariskan kepada anak cucu dan cicit oleh orang tua kami tentang Datuk Laksamana Raja Dilaut. Kapal kami pun sudah melintas disebuah kawasan dimana sangat jelas terlihat sebuah perkampungan seakan berada dibibir Pulau Sumatera. Itulah kampung muara laut atau lebih juga dikenal dengan Bukit Batu Laut. Kampung ini sebenarnya berada pada muara Sungai Bukit Batu. Hari ini, dengan kegigihan pemuda, masyarakat dan kepala desa sehingga menjadi desa wisata nasional dengan bermacam even tahunan digelar.
Dengan kecepatan Dumai Line 11, melalui suara informasi disampaikan bahwa kita sudah sampai Pelabuhan Penumpang Bandar Sri Junjungan Pulau Bengkalis dan kepada penumpang untuk bersiap-siap. Diingatkan juga jangan sampai tertinggal barang-barang bawaan. Satu persatu penumpang pun turun dengan selamat dan disambut dengan pelayaanan super dari para ABK. Kami pun melanjutkan aktivitas di pulau yang dulu juga menjadi rebutan Inggris dan Belanda untuk dijadikan pusat pemerintahan untuk mengendali Selat Melaka disebabkan sebagai pusat pertemuan pedagang emas, rempah, candu dan lainnya dari Pulau Sumatera. Akhirnya, Belanda menjadikan Pulau Bengkalis sebagai pusat pemerintahan keresidenan Sumatera hingga pada saat dipindahkan ke Medan. Dari jauh diujung pelabuhan penurunan penumpang terlihat pelabuhan lama tempat dimana kapal kayu KM Alle Ekspres selalu bersandar yang hanya tingga kenangan keemasan masa lalunya dengan berganti Dumai Line dan Batam Jet, berlanjut Kapal RoRo penyeberangan Sei Selari-Air Putih dan semoga kita berjumpa dengan Jembatan Penyeberangan Pulau Sumatera dan Pulau Bengkalis digesa oleh Bupati Bengkalis, ibu Kasmarni S.Sos MMP dan Pemprov Riau. Dan semoga bernama Jembatan Datuk Bandar Jamal atau Jembatan Datuk Ibrahim Sri Maharaja Lela/Laksmana Raja Dilaut. ***
Penulis: Dawami Bukitbatu, Dosen IAITF Dumai, Jurnalis Senior Wartawan Utama dan Pengiat Lingkar Pojok Literasi.