BUALNEWS.COM –Tanah Melayu dengan sejarah panjang dan beragam, telah menyaksikan proses Islamisasi yang membentuk pandangan dunia di Kepulauan Nusantara, budaya, dan identitas sosial masyarakat Melayu. Proses ini, yang dimulai berabad-abad yang lalu, tidak hanya mencerminkan perubahan dalam agama, tetapi juga melibatkan interaksi yang kompleks antara Islam dan budaya asli Melayu.
Islamisasi di Tanah Melayu adalah sebuah fenomena penting dalam sejarah Asia Tenggara. Islam tiba di wilayah ini melalui berbagai rute perdagangan dan melalui upaya penyebaran agama oleh para pedagang, ulama, dan penjelajah Muslim. Proses ini mencapai puncaknya dengan penetapan Islam sebagai agama utama masyarakat Melayu, sementara budaya asli tetap menjadi bagian integral dari identitas mereka. Proses ini menandai harmonisasi yang menarik antara agama dan budaya, yang mengekspresikan dirinya dalam banyak aspek kehidupan sosial, budaya, dan politik.
Proses Islamisasi di Tanah Melayu dapat ditelusuri kembali hingga abad ke-7 Masehi. Salah satu faktor penting dalam penyebaran Islam adalah perdagangan. Kota pelabuhan seperti Malaka dan Kedah menjadi pusat pertukaran budaya dan agama, di mana Islam memainkan peran sentral. Pedagang Muslim dan ulama membawa ajaran Islam bersama dengan mereka, dan dengan berinteraksi dengan masyarakat setempat, Islam segera menjadi agama yang dianut oleh banyak orang Melayu.
Menariknya, dalam konteks Islamisasi di Tanah Melayu adalah cara agama ini diadopsi dan diadaptasi oleh masyarakat Melayu. Masyarakat Melayu tidak hanya menerima Islam sebagai agama mereka, tetapi juga menggabungkannya dengan nilai-nilai dan adat istiadat tradisional Melayu. Inilah yang menghasilkan “Tamadun Melayu,” sebuah sintesis budaya antara Islam dan warisan budaya Melayu.
Proses harmonisasi ini tercermin dalam berbagai aspek. Seni, arsitektur, musik, dan sastra Melayu membawa jejak Islam dalam bentuk-bentuk yang beragam. Contohnya adalah seni ukiran tradisional Melayu yang sering menggambarkan motif-motif Islam, dan arsitektur masjid-masjid Melayu yang mencerminkan elemen-elemen Islam dalam desainnya. Bahasa Melayu juga terpengaruh oleh Islam, dengan banyak kata-kata dan frasa yang berasal dari bahasa Arab.
Dalam proses yang panjang itu juga melahirkan konsep nilai budaya Melayu, seperti: berbuat baik merupakan inti dari konsep Budi, hidup adalah untuk berbuat baik dan orang melayu mengajarkan manusia untuk berbuat baik. Apalagi konsep budi yang menadi nilai dasar atau nilai akhir dari bahasa Sansekerta yaitu “Buddhi” yang artinya organ pikiran untuk menilai dan membedakan perbuatan baik dan perbuatan yang buruk. Menurut sebagian para ahli kata budi juga merupakan akar pembentukan kata budhaya (bentuk jamak dari budhi) atau di- Indonesia menjadi budaya yang kemudian membentuk kata kebudayaan atau kata culture. Berbuat baik merupakan inti dari konsep budi.orang melayu mengajarkan manusia untuk tidak sungkan dalam berbuat baik ( menanam budi) terhadap orang lain atau sesama makhluk.orang melayu percaya bahwa setiap perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan cepat atau lambat pasti akan tetap terbalaskan.
Menurut buku filsafat komunikasi orang melayu,Bandung 2015 penulis Antar Venus,yang diterbitkan oleh Simbiosa menyatakan bahwa : Orang yang menanam budi disebut penanam budi, Sipenanam budi memberikan sesuatu yang dimiliki yang dipandangnya layak dan disertai dengan niat ikhlas untuk memberkan sesuatu kepada seseorang yang dinilai patut dan layak Dan semakin orang itu banyak menanam budi, semakin mulia hati dan martabat dipandang orang.
Melalui konsep budi, orang melayu menempatkan hubungan antar manusia dalam tempat yang istimewa yang harus dipelihara sehingga dapat menghasilkan kerukunan (harmoni) dan kebaikan bersama.hubungan yang dibangun atas dasar budi akan mampu bertahan dan berkembang karena semua didasarkan pada prilaku kebaikan yang saling memberikan manfaat.
Nilai-nilai budaya melayu diantaranya : Religius, Kegotongroyongan (Kebersamaan) persatuan dan kesatuan, saling menghormati, kesantunan,kesopanan, kedemokrasian (kemufakatan), keseimbangan, keuuran, keadilan, keramah-tamahan dan keterbukaan (terbuka bagi suku bangsa) Kemudian, suku melayu riau menetapkan identitas dirinya sebagai orang melayu dengan tiga ciri pokok yaitu : Berbahasa Melayu, Beradat istiadat Melayu dan Beragama Islam.
Kondisi ini juga tidak terlepas dari konsep Islam sebagai agama hanif yang sudah ada di bumi Kepulauan Nusantara. Hanif berarti yang lurus tidak cenderung kepada yang batil. “Agama yang hanif” ialah agama yang benar, agama yang mencapai jalan yang benar, jalan kebahagiaan dunia dan akhirat bahkan agama yang belum dicampuri oleh sesuatu pun, tidak bergeser sedikit pun dari asalnya.
Agama hanif dikenal dengan agama yang dianut oleh nabi Ibrahim, dalam al-Qur’an Nabi Ibrahim tidak dinyatakan sebagai pemeluk Yahudi ataupun Nasrani akan tetapi sorang yang hanif dan muslim, maknahanif diartikan murni, suci dan benar dengan titik inti pandangan Ketuhanan yang Maha Esa. Disebut kaum muslimin mengikuti agama Ibrahim yang hanif adalah untuk menyadarkan orang-orang Yahudi dan Nasrani dari perbuatan-perbuatan mereka. Mereka menyatakan keturunan Ibrahim A.S. tetapi mereka tidak bersikap, berbudi pekerti dan berpikir seperti Ibrahim A.S. Mereka menyatakan pengikut agama Ibrahim, tetapi mereka telah merubah-rubahnya, dan tidak meliharanya seperti yang dilakukan Ibrahim AS.
Dari ayat ini dapat dipahami, bahwa Allah SWT, mengingatkan umat Muhammad SAW. agar selalu waspada terhadap agama mereka dan selalu berpedoman kepada Alquran dan Sunah Nabi, kita jangan sekali-kali mengikuti hawa nafsu sehingga berani merubah, menambah dan mengurangi agama Allah. Dari perkataan “Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang-orang musyrik” dapat dipahami bahwa agama Ibrahim itu adalah agama tauhid, agama yang mengakui keesaan dan kekuasaan Allah SWT.dalam Alqur’an surah Al Hajj ayat 26 Allah telah berfirman yang artinya “Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah kamu mempersersekutukan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadat, dan orang-orang yang rukuk dan sujud.”
Nabi Ibrahim AS berada di jalan yang lurus, yakni tauhid dengan semurni murninya keyakinan bahwa hanya Allah yang pantas disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya. Awalnya lurus (hanif), tauhid mengesakan Allah…ada penyimpangan penyimpangan (yahudi dan nasrani)…kembali lurus (hanif), tauhid mengesakan Allah…sejatinya kita juga lurus, mengesakan Allah SWT. Dari sinilah maka persebatian antara Bangsa Melayu dan Islam menjadi satu kesatuan dan membentuk tatanan sosial, budaya, kemasyarakatan sebagai sebuah bangsa dan pada sebuah peradaban dunia sehingga membentuk tak Melayu kalau tak Islam ***
Penulis : Mardiana, Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah Bengkalis, Provinsi Riau.