Konsep Menjadi Melayu dan Menjadi Islam

Advertisements

BUALNEWS.COM — Suku Melayu adalah salah satu kelompok etnis di wilayah Austronesia yang menempati wilayah pesisir timur Sumatera, Semenanjung Malaka, dan beberapa wilayah di Kalimantan. Selain itu, kelompok etnis ini juga dapat dijumpai di pulau-pulau kecil yang tersebar diantara wilayah besar tersebut. Wikipedia

Salah satu contoh dari proses adat suku melayu “Makan sirih, berpinang-pinang” suara biduan mendendangkan lagu khas melayu dibarengi alunan gesekan biola yang mendayu-dayu menambah suasana mistis di pagi yang dihiasi awan mendung. Orang-orang ramai berkumpul lalu berbondong-bondong mengiringi sepasang kekasih yang akan segera melaksanakan akad nikah. Rombongan disambut tari persembahan dan tepak disorong kehadapan pengantin pria untuk mengambil sirih dan memakannya sembari mengisi tepak dengan uang. Selesai tari persembahan, rombongan disambut dengan marhaban dan sambutan dari pihak mempelai wanita.

Dan masih banyak lagi deretan proses dan konsep dari bentuk seni dari suku Melayu seperti Tari Zapin, Langgam Melayu, Pantun dll. Dalam kehidupan orang Melayu dan sekaligus memberi warna dalam setiap aspek kehidupannya. Kebudayaan Melayu yang diterima oleh semua golongan orang Melayu, tumbuh dari sejarah perkembangan kebudayaan Melayu itu sendiri, yang selalu berkaitan dengan tumbuh, berkembang dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Melayu, dengan Islam, perdagangan internasional dan penggunaan bahasa Melayu.

Simbol kebudayaan Melayu yang sampai sekarang ini diakui sebagai referensi bagi identitas Melayu adalah Islam, bahasa Melayu, keramah-tamahan dan keterbukaan.1 Variasi kebudayaan Melayu di Riau juga menghasilkan variasi dalam identitas orang Melayu, yaitu sebagai identitas khusus dari identitas Melayu dan merupakan suatu ciri dari ke-Melayuan itu sendiri yang penuh dengan keterbukaan dan dilandasi oleh prinsip hidup bersama dalam perbedaan. Di antara variasi kebudayaan orang Melayu dan identitas sosial-budaya orang melayu yang nampak penting referensi dalam interaksi adalah variasi-variasi berdasarkan atas lokalitas.

Baca Juga :  Menjaga Mutu dari Guru yang Berkualitas

Predikat Melayu Riau adalah identik dengan Islam. Apabila ada orang asing – biasanya orang Cina – yang masuk Islam maka dia disebut Cina masuk Islam atau masuk Melayu. Dalam hal ini, Cina yang masuk Islam tersebut sudah diakui mempunyai kedudukan yang sama dengan orang Melayu lainnya. Bila Cina Islam itu kawin dengan orang Melayu maka anak-anaknya disebut orang Melayu, tetapi bila orang Melayu kawin dengan Cina yang tidak masuk Islam, maka anak-anaknya disebut “peranakan Cina”.

Integrasi adat dan hukum Islam, dalam pandangan orang Melayu merupakan suatu keharusan karena adat tidak boleh bertentangan dengan hukum Islam, bahkan dalam pandangan orang Melayu, yang dimaksud dengan istilah hukum adalah identik dengan hukum Islam yang didasarkan kepada al-Qur’an. Inilah yang disebut adat sebenar adat dalam budaya Melayu. Hal ini terungkap dalam pepatah adat “Dianjak layu, diunggguk mati, dialih membinasakan, dipindah ia merusakkan”. Prinsip ini tersimpul dalam ungkapan ‘adat bersendi syara’ (ungkapan adat Melayu Riau pesisir), ‘adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah’ (ungkapan adat Melayu Riau daratan), ‘adat sebenar adat yaitu al-Qur’an dan Sunnah Nabi’ (ungkapan adat Melayu Riau Kepulauan). Ketiga ungkapan ini menunjukkan suatu pandangan yang sama, bahwa agama (Islam) tetap dijadikan pegangan atau pedoman utama dalam menjalani kehidupan di dunia, sekalipun secara geografis ketiga wilayah tersebut memiliki perbedaan, namun dalam kebudayaan mereka memiliki kesamaan nilai yang dianut. Pepatah adat dengan jelas menyebutkan:

Adat turun dari syara’ Diikat dengan hukum syariat Itulah pusaka turun temurun Warisan yang tak putus oleh cencang Yang menjadi galang lembaga Yang menjadi ico dengan pakaian Yang digenggam dipeselimut Adat yang keras tidak tertarik Adat yang lunak tidak tersudu Dibuntal singkat, direntang panjang Kalau kendur berdenting-denting Kalau tegang berjela-jela Itulah sebenar adat. ***

Baca Juga :  Kemendag di 649 Pasar, Harga Beras Premium Belum Turun

Daftar Pustaka

Suparlan, “Melayu dan Non-Melayu : Kemajemukan dan Identitas Budaya”, dalam Budisantoso, et.al. (penyunting), 1985. Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya. (Pekanbaru : Pemda Tk I Riau, 1985), hlm. 460-461.

Penulis : Eva Apriani, Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Syariah Bengkalis, Provinsi Riau.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *