
Jakarta, BUALNEWS.COM — Setelah sejumlah proyek Marvel Cinematic Universe (MCU) belakangan ini menuai kritik karena kehilangan arah, film terbaru Thunderbolts hadir membawa angin segar. Disutradarai Jake Schreier, film ini menampilkan sisi yang lebih gelap, membumi, dan emosional dari dunia superhero, tanpa kehilangan identitas khas MCU.
Film ini dibuka dengan kisah Yelena Belova (Florence Pugh), mantan Black Widow yang kini menjadi agen rahasia untuk Valentina Allegra de Fontaine (Julia Louis-Dreyfus), Direktur CIA yang sedang disorot publik karena skandal. Misi Yelena ke Malaysia untuk menghapus jejak perusahaan lama Valentina, OXE, menjadi titik awal pergulatan batin yang mendalam bagi sang agen.
Meski sukses dalam menjalankan misi, Yelena dihantui rasa hampa atas hidupnya yang dipenuhi kekerasan. Pertemuan kembali dengan sang ayah, Alexei (David Harbour), membawa pencerahan kecil, namun dilema justru bertambah saat ia diutus untuk menjalankan misi terakhir—mengawasi dan menyingkirkan agen rahasia yang membelot.
Bukan Sekadar Anti-Hero, Ini Soal Trauma dan Identitas
Berbeda dengan ekspektasi penonton yang mengira Thunderbolts akan menjadi versi Marvel dari Suicide Squad, film ini justru mengambil pendekatan berbeda. Naskah garapan Eric Pearson dan Joanna Calo memilih jalur yang lebih intim—menggali luka batin para karakter yang pernah menjadi alat negara atau korban eksperimen.
Di tengah misi, Yelena bertemu Walker (Wyatt Russell), Ghost (Hannah John-Kamen), Bob (Lewis Pullman), dan Bucky Barnes (Sebastian Stan). Masing-masing membawa beban psikologis yang berat. Alih-alih menyatukan mereka dalam aksi penuh gaya semata, film ini mengajak penonton menyelami trauma dan upaya penyembuhan.
Salah satu kekuatan utama film ini adalah pendekatannya yang “grounded.” Meski mengangkat ancaman besar, film ini tetap terasa dekat secara emosional. Tak ada ledakan tanpa makna atau humor yang dipaksakan. Semua terasa proporsional.
Aksi yang Tajam, Emosi yang Dalam
Jake Schreier mengeksekusi adegan aksi dengan penuh percaya diri. Pertemuan pertama antara Yelena, Walker, dan Ghost digambarkan dengan dinamis, tanpa membuat penonton kebingungan. Tidak banyak CGI yang berlebihan—banyak adegan justru diambil di lokasi nyata, membuat film terasa lebih nyata dan terhubung dengan dunia penonton.
Florence Pugh tampil brilian sebagai pusat moral cerita. Di sisi lain, Lewis Pullman yang memerankan Bob berhasil mencuri perhatian sebagai karakter “biasa” yang justru menyimpan kejutan. Chemistry antara keduanya menjadi jantung emosional film.
Klimaks film ini tak hanya penuh aksi, tapi juga menggugah pemikiran. Beberapa adegan bahkan mengingatkan pada film-film klasik seperti Eternal Sunshine of the Spotless Mind dan Inception, menyiratkan bahwa Marvel kini mulai mengeksplorasi ranah psikologis dan eksistensial.
MCU Masih Punya Harapan
Dengan durasi 2 jam 6 menit, Thunderbolts berhasil menghadirkan tontonan yang solid dan menyentuh. Ini bukan sekadar film superhero, tapi juga drama politik, thriller psikologis, dan perjalanan penyembuhan bagi para karakternya.
Jika film ini menjadi penanda arah baru MCU, maka masih ada harapan untuk semesta sinematik yang sempat kehilangan pijakan. Terlebih, jika Fantastic Four yang akan datang mampu mempertahankan kedalaman dan keberanian seperti Thunderbolts.
Thunderbolts sudah tayang di seluruh jaringan bioskop Indonesia mulai 30 April 2025.
Genre: Superhero, Action, Drama, Sci-Fi
Sutradara: Jake Schreier
Pemain: Florence Pugh, Sebastian Stan, Julia Louis-Dreyfus, David Harbour, Wyatt Russell, Hannah John-Kamen, Lewis Pullman
Durasi: 2 jam 6 menit
Produksi: Marvel Studios ***
Editor: Dinejad