Positioning Politik

Advertisements

BUALNEWS.COM — Inti dari pemasaran politik adalah mengemas pencitraan, publik figur dan kepribadian (Personality) seorang kandidat yang berkompetisi dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu) kepada masyarakat luas yang akan memilihnya.

Atau dalam pemikiran Rhenald Kasali dapat dikatakan sebagai strategi komunikasi untuk memasuki jendela otak pemilih agar sebuah kontestan Pemilu mengandung arti tertentu yang berbeda segi mencerminkan keunggulannya terhadap kontestan pesaing dalam bentuk hubungan asosiatif. (Nursal:2004:153).

Sedangkan positioning dalam pemasaran didefinisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan kesan dibenak para konsumen atau khalayak pemilih agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi yang bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk akan direkam oleh sistem kognitif konsumen dalam bentuk image. Semakin tinggi image yang direkam oleh konsumen, semakin mudah pula mereka mengingat image produk tersebut.

Positioning juga merupakan proses bertingkat yang dimulai dengan cara mencari kelemahan dan kekuatan pesaing politik dalam hal ini partai politik, selanjutnya positioning berguna sebagai alat untuk membentuk image setelah mengetahui kelemahan lawan politik. Dua hal terkuat yang dapat digunakan dalam melakukan positioning adalah tingkat kredibilitas dan reputasi produk maupun penjual produk tersebut.

Oleh sebab itu, tujuan pemasaran dalam politik adalah bagaimana membantu Parpol atau Caleg untuk lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakili atau menjadi target dan kemudian mengembangkan isu politik yang sesuai dengan aspirasi mereka.

Dalam mengelola produk politik maka menurut Dan Nimmo (2011) dalam proses pemaknaan, orang mengamati tiga objek yakni objek fisik, objek sosial dan obyek abstrak. Berawal dari masing-masing objek inilah maka melahiran konsep dari teori pemikiran pemasaran politik. Obyek fisik meliputi berbagai atribut partai seperti bendera, logo, uniform, kantor, posko, medium komunikasi dan sebagainya. Obyek sosial tak lain adalah manusia, baik sebagai individual maupun massa. Sedangkan obyek abstrak meliputi gagasan, ajaran, keinginan, idiologi, visi-misi, platform dan sebagainya.

Baca Juga :  Dekan ACIS UiTM Shah Alam Sambut Kunjungan Akademik Internasiomal IAITF Dumai

Oleh sebab itu, menurut Adman Nursal (2004:111) disebutkan bahwa positioning produk dan positioning untuk kontestan politik adalah dua hal dengan proses yang berbeda. Sebuah merek produk bisa sukses dengan mempositioningkan citra dengan jelas, konsisten, kredibel dan kompetitif. Political positioning lebih sulit karena para politisi berhadapan dengan tingkat ketidakpastian yang lebih tinggi.

Atas ketidakpastian yang lebih tinggi inilah mengapa positioning sangat menentukan keberhasilan dalam pemasaran politik. Terutama dalam menempatkan seseorang kandidat atau sebuah partai dalam pikiran para pemilih.

Positioning adalah tindakan untuk menancapkan citra tertentu ke dalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dan suatu kontestan memiliki posisi khas, jelas dan meaningful. (Nursal, 2004: 137). Sehingga positioning yang efektif akan menunjukkan perbedaan nyata dan keunggulan sebuah kontestan dibandingkan dengan kontestan pesaing. Tetapi tidak semua faktor perbedaan yang dimiliki oleh sebuah kontestan itu akan menghasilkan positioning yang efektif.

Setidaknya kata Adman Nursal (2004:138) ada enam syarat diperlukan agar sebuah perbedaan itu menjadi berharga yaitu :
1. Penting (Importent) : Dimana perbedaan itu harus bernilai penting bagi para pemilih.
2. Istimewa (distinctive): Dimana faktor ini tidak dimiliki oleh pihak lain. Akan tetapi, satu atau beberapa faktor yang juga dimiliki oleh pihak pesaing masih bisa dijadikan sumber pembeda asalkan faktor tersebut diwujudkan dengan cara yang berbeda dibandingkan dengan pihak pesaing.
3. Superior yaitu perbedaan yang dimunculkan harus memberikan suatu manfaat yang lebih baik ketimbang cara-cara lain untuk menghasilkan manfaat yang sama. Dimana dengan melihat kedepan lebih baik dibandingkan dengan melihat masa silam.
4. Dapat dikomunikasikan (communiscable) yaitu positioning itu mudah dipahami pemilih dan dikomunikasikan dengan berbagai media komunikasi.
5. Preemptive yaitu perbedaan tersebut tidak mudah ditiru oleh pihak lain.
6. Jumlah pemilih signifikan yaitu positioning tersebut pada akhirnya dapat meraih suara sesuai dengan sasaran objektif kontestan.

Baca Juga :  Pesona Gunung Kemukus Berubah jadi The New Kemukus

Ditegaskan lagi oleh Rhenald Kasali (Nursal, 2004:142) bahwa positioning adalah mencari jendela dalam di otak konsumen dan untuk political marketing adalah mencari jendela di otak pemilih. Sehingga positioning berhubungan dengan bagaimana para pemilih menempatkan tawaran politik dalam otaknya, khayalannya. Akhirnya, calon pemilih memiliki penilaian tertentu dan mengidentifikasi dirinya dengan produk politik tertentu. Tentunya bukan semua pemilih, melainkan para pemilih yang menjadi sasaran sebuah kontestan Pemilu.

Makanya, dalam Political Marketing, positioning memiliki peran yang sangat penting sehingga produk-produk politik seperti partai, kandidat, platform program dan sebagainya haruslah sebangun dengan positioning. ***

**** tjplsdm,02/11/2019

Penulis: Dawami S.Sos, M.I.Kom, Dosen IAITF Dumai, Pegiat Lingkar/Pojok Literasi, Jurnalistik Senior Wartawan Utama, Konsultan Komunikasi Politik & Pemerintahan.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *