Sujud Dhuha di Musholla Assufah

Advertisements

BUALNEWS.COM — ADA yang berbeda pagi ini. Beberapa pohon nan hijau yang tumbuh subur di kampus sang pemimpin  maka sedari tadi burung-burung menyanyi dengan gembira diatasnya. Pagi pun cerah, walaupun melewati malam beranjak subuh, hujan sempat membasahi bumi.

Di dalam mushola ini, Musholla Assufah, Kampus Sang Pemimpin IAITF Dumai, ikut  merasakan kedamaian dan sangat terasa suasananya. Paling tidak, sajadah merah berliskan putih berada paling depan untuk imam sungguh memikat hati, Jumat (21/02/2022) tepat pukul 08.30 WIB dan ingin sangat sholat disana.

Apa sebabnya, saya pun tak tahu. Padahal kalau hari-hari biasanya maka seperti biasa saja. Dan kalau pun sebelum Sholat Zuhur atau Sholat Ashar berkesempatan menjadi imam. Paling-paling dikibaskan untuk lebih dan biar bersih. Kalau pun tidak, hanya untuk meluruskannya biar nampak rapi.

Tapi pagi ini, ada sedikit berbeda. Kalaupun dikatakan baru sekali ini melakukan Sholat Sunat Dhuha di musholla kebanggaan masyarakat kampus juga tidak. Sebab setiap berkesempatan maka diusahakan bersujud Dhuha baru beraktivitas  saat sampai di kampus. Apalagi kalau malamnya, terlewatkan Sholat Tahajudnya. Tapi tetap saja dikerjakan keduanya sebagai kebiasan sudah dilakukan sejak mondok di YPPI Bengkalis. Dan  reaksi dari alaram badan dan hati selalu menjadi pengingat dari kemalasan nafsu dunia.

Walaupun mungkin kita jarang menghitung berapa kali kita mencium tanah atau bumi sehari semalam? Sholat wajib yang kita dirikan ada 17 rakaat, sama dengan sembilan tahiyat, 34 kali sujud.  Berarti sehari kita mencium bumi minimal 34 kali. Belum ditambah sholat sunat qabliyah, badiyah, dhuha, tahajjud, sholat hajat dan seterusnya. Bumi akan  menjadi saksi dan kelak di hari Akhir, dia akan mengungkapkan kesaksiannya.

Ingatlah bahwa saat seorang sholat bersujud maka sungguh dia sedang berbicara dan Allah Ta’ala pendengarnya. Dan pada saat yang bersamaan, Allah Ta’ala adalah pembicara dan hamba sedang mendengarkannya. Dengan komunikasi yang harmonisasi dialogis akan terjadi kehidupan yang penuh kedamaian, ketenteraman dan keindahan.  Itulah sebabnya kata akhir dalam sholat adalah ungkapan salam yakni kedamaian, ketenteraman dan kebahagiaan. Pendek kata, hakikat makna sujud adalah komitmen hamba kepada Tuhannya yang melahirkan kedamaian.

Baca Juga :  Melalui Muscablub, H Khairul Umam Terpilih Ketua PBSI Bengkalis

Imam Al-Ghazali juga  memaknai sujud sebagai ibadah istimewa yang menghapus “jarak” Allah dan hamba-Nya. Beliau menganalogikan sujud dengan lorong waktu dan tempat yang “mendekatkan” Allah (yang maha suci dari tempat dan waktu) dan hamba-Nya.

Keistimewaan sujud ini yang juga membuat ibadah sholat menjadi istimewa. Dengan keistimewaan ini, tidak heran kalau Rasulullah SAW menjadikan ibadah sholat sebagai puncak kesenangan dan kebahagiannya sebagaimana sabda Rasulullah yang menyebutkan sholat sebagai kesenangannya karena sholat menjadi penyambung dirinya dan Allah SWT, momentum munajat dan jalan pengangkatan derajat.

Pada saat kiamat, bumi ini mengabarkan tentang penghuninya. Allah swt. berfirman,

إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ

”Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan, segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab yang jelas (lauh mahfudz).” (QS Yasin [36]: 12).

Oleh sebab itu, sujud harus dijadikan momentum sebagai manusia biasa dan menjadi kebiasaan dan banyak  permintaan selalu disampaikan. Yang utama adalah sehat, jadikan anak dan istri selalu mendapat barokah, dimudahkan rezeki, dimudahkan semua urusan, disampaikan semua hajat dan dijauhkan segala penyakit hati, munafik, asad, dengki, iri dan dijadikan kedua anakKu anak sholeh, dilapangkan hatinya menerima ilmunya Allah SWT.

Permintaaan itulah tak hentinya disampaikan dengan sedikit ilmu agama diperoleh dari sekolah madrasah langsung diajar oleh mbah kami, Imam Husin Bin Hasan Istad yang dapat didikan langsung dari Pondok Termas. Dilanjut didikan keluarga yaitu bapak yang juga pernah mondok ditempat yang sama, kemudian didikan langsung dari ulama hebat Pulau Bengkalis Ustad Mill dan H Abdullah HM. Keduanya adalah pemilik dan pengelola Yayasan Pondok Pesantren Islam atau lebih dikenal dengan MTS/MA YPPI Bengkalis dan kedalaman serta ketawadukan ilmu keduanya membekas hingga kini. Kalau pun setelah tamat dari sana melanjutkan ke perguruan tinggi umum tak lebih dari alur sebuah pencarian ilmu yang telah diajarkan dan dibimbingnya selama ini.

Baca Juga :  Jelang Porprov Kuansing Oktober Mendatang: KONI Bengkalis Bentuk Tim Pemenangan

Rasa-rasa dari ilmu yang diajarkan itu juga kadang selalu terbawa-bawa dalam ketidaksadaran dari langkah-langkah alam bawah sadar yang dilakukan. Begitu  pula langkah saat masuk melalui pintu depan mushola menghadap langsung ke gedung utama Kampus IAITF Dumai, kemudian memang tidak terkunci dan hanya dirapatkan saja sehingga memudahkan siapa pun untuk beribadah. Pagi ini, ada rasa senang aja. Kesannya adalah seolah-olah tenang dan damai.

Setelah membuka pintu sambil mengucapkan salam, lalu menuju ke tempat untuk menghidupkan kipas angin. Saya pun memulai untuk mencari tempat untuk berdiri melaksanakan Sholat Dhuha. Akhirnya, saya memilih posisi persis dibelakang sajadah imam. Saat siap-siap mau melaksanakan sholat, saya teringat guru dan orang tua kami, H Abdullah HM saat masih belajar di Pondok Pesantren YPPI Bengkalis pernah mengatakan dalam sebuah sesi belajar kitab setiap malam habis Sholat Magrib ke Isya. Ia mengatakan dimana setiap kita melaksanakan sholat sendirian di mushola atau masjid biasanya selalu diikuti jin dan malaikat untuk sholat bersama sebagai makmum. Apakah pagi ini, seperti itu. Bisa ya dan bisa juga tidak. Tapi dari rasa, bisa jadi ya.

Dulu, bersama teman-teman seasrama aktivitas di Masjid Asa’adah YPPI Bengkalis sebagai tempat belajar. Ada Surip, yang kini menjadi guru di Pondok Sunan Ampel. Ada Sutarto yang kini sudah bergelar DR bidang Manajemen Pendidikan Islam dan menjadi koordinator prodi pascasarjana di Bengkulu. Parnadi, lebih memilihkan mengabdikan ilmunya di kampung halaman di Bantan Air. Miftahudin, tinggal di Pekanbaru dan saya sendiri. Kami adalah para ketua-ketua saat itu ada miftahudin sebagai ketua asrama. Parnadi, Sutarto dan surip merupakan ketua dan pengurus Masjid Asa’adah YPPI Bengkalis dan saya sendiri sebagai ketua OSIS maka kami selalu mencoba biar dipindahkan kalau tidur didepan mimbar atau biar nampak jin kalau lagi sholat. Begitulah, zaman masa pencarian dari semuanya ingin dicoba. Tapi yang jelas bersujud adalah bagian dari bukti penghambaan kepada sang pemilik dan pencipta semua mahluknya.

Baca Juga :  Dune: Part Two di Puncak Box Office, Raup Rp1,2 Triliun

Bagi Imam Al-Ghazali mengatakan kalau sujud merupakan ibadah istimewa. Sujud merupakan bentuk dari ketaatan hamba kepada yang paling nyata kepada Allah. Sujud ini pula yang membedakan hamba yang taat seperti malaikat dan hamba yang durhaka seperti iblis. Inilah keistimewaan sujud. Imam Al-Ghazali juga mengutip hadits riwayat HR Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’i sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Artinya, “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, ‘Momentum terdekat seorang hamba dan Tuhannya adalah ketika sujud. Oleh karena itu, perbanyaklah doa saat itu,’” (HR Muslim, Abu Dawud, An-Nasa’i).

Allah membuka momentum kedekatan dengan hamba-Nya terutama pada saat mereka melakukan sujud. Allah memberikan rahmat-Nya paling dekat saat di mana hamba-Nya tengah bersujud. Kedekatan Allah ini dapat dirasakan oleh hamba-Nya sebagaimana penjelasan Imam Al-Ghazali berikut ini:

فالساجد إذا أذيق طعم السجود يقرب لأنه يسجد ويطوي بسجوده بساط الكون ما كان وما يكون ويسجد على طرف رداء العظمة فيقرب

Artinya, “Orang yang bersujud ketika dicicipkan kepadanya rasa manisnya sujud akan merasa dekat dengan Allah. Dengan sujudnya, ia melipat hamparan jarak alam raya. Dengan demikian ia bersujud di atas hamparan salah satu sudut keagungan Allah sehingga ia menjadi dekat,” (Imam Al-Ghazali, Raudhatut Thalibin wa ‘Umdatus Salikin, [Beirut, Darul Fikr: tanpa tahun], halaman 87).***

*Dawami, S.Sos, M.I.Kom, Dosen IAITF Dumai, Pengiat Lingkar Pojok Literasi, Jurnalis Senior Wartawan Utama, Konsultan Komunikasi Politik & Pemerintahan

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *