Mimpi Ngaji dengan Gus Dur

Advertisements

BUALNEWS.COM — Namanya begitu masyhur, keilmuannya begitu mendalam dan kefasihan bicara demokrasi, nasionalisme, kebangsaan, keragaman begitu luas. Apalagi kalau bicara soal ilmu agama maka tak ada yang meragukanya.


Dialah cucu dari ulama besar pendiri Nahdlatul Ulama Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari dengan ayahnya bernama KH Abdul Wahid Hasyim. Greg Barton dalam Biografi Gus Dur: The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid (2002) menjelaskan hal yang paling diwariskan Gus Dur dari ayahnya, KH Abdul Wahid Hasyim adalah kesukaan membaca. Maka jangan heran dari kegemaran luar biasa membaca ini buku-buku karya Ernest Hemingway, John Steinbach, Will Durant, hingga buku Lenin berjudul What Is To be Done tamat dia bacanya.


Sedangkan Gus Dur lahir, 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur. Memiliki nama asli Abdurrahman Addakhil. Dia adalah putra sulung dari KH Abdul Wahid Hasyim dan cucu dari KH Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama. Dari pihak Ibu, Gus Dur merupakan cucu dari KH Bisri Sansuri, pendiri Pondok Pesantren Denanyar, Jombang, Jawa Timur.


Di tahun 1984, Gus Dur baru berkiprah di NU hingga menjabat Ketua Umum Tanfidziyah sampai tahun 2000 atau tiga periode. Pada 1999, Gus Dur terpilih sebagai Presiden ke-4 RI secara demokratis menggantikan Bacharuddin Jusuf Habibie. Gus Dur menjabat hingga Mei 2001 dan Gus Dur meninggal dunia pada 30 Desember 2009 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta di usia 69 tahun.


Manusia unik dan penuh dengan keunikan. Dia dikenal sebagai presiden yang humanis dan juga humoris. Tak heran jika hingga saat ini banyak buku-buku yang tentang koleksi humor ala Gus Dur. Dia juga seorang presiden yang berani mengatakan DPR tak lebih dari kumpulan taman kanak kanak. Mau tahu alasannya, ayo cari tahu dengan membaca. Itulah, Gus Dur. Sebagai guru bangsa maka dia bisa dikenang dalam rangka menjaga keragaman dari sebuah ikatan kebhinekaan dan keindonesiaan.

Baca Juga :  Sujud Dhuha di Musholla Assufah


Bagi saya, dari dulu keinginan untuk bisa ketemu Gus Dur memang tak pernah kesampaiaan. Tapi selama menjadi wartawan di Riau Pos Grup juga diberi kesempatan untuk bertemu sejumlah tokoh NU. Diantara bisa wawancara langsung dengan Ketua PKB masa itu, Matori Abdul Djalil saat itu menjadi wartawan Tabloid Politik Watan, Riau Pos Grup. Ketemu juga dengan Muhaimin Iskandar, KH Sahal Mahfudz dan KH Hasyim Muzadi saat memegang halaman liputan khusus Riau Pos Minggu. Pada 5 Oktober 2021 lalu, alhamdulilah bisa ngarap barokah dan mencium tangan, KH Prof Dr Haji Said Agil Husin Al Munawar, MA saat di Kampus Sang Pemimpin IAITF Dumai yang kealiman ilmu agamanya adalah menjadi barokah buat Indonesia. Sedangkan dengan Gus Dur beberapa kali ada kesempatan, tapi ada saja halangannya.


Bagi saya, Gus Dur adalah sosok yang tetap dikagumi. Beberapa artikel pemikirannya tak luput dari dikliping dan dibaca berulang sejak sedari menjadi pelajar hingga menjadi mahasiswa. Belum lagi, tulisan dari banyak cerita guyon politik, kemasyarakatan dan keagaaman yang selalu ditampilkan sehingga menjadi buku maka tak luput pula dari santapan untuk dibaca.

Melalui tulisan ini, saya ingin bercerita bagaimana bahagianya saya, Senin ( 21/2/2022) lalu, sekitar pukul 04.00 WIB yang harusnya jadwal bangun, tapi terlewatkan. Sebab dimalamnya, sekitar pukul 23.45 WIB baru nyampai rumah dari pulang kampung di Rimba Melintang, Rokan Hilir menghadiri acara sunatan rasul. Mungkin kelelahan atau kecapean sehingga hikmahnya bisa mimpi ketemu Gus Dur dan ngaji bersamanya. Tersadar, saat azan subuh berkumandang.


Dalam mimpi tersebut, selama pengajian berlangsung maka Gus Dur hanya tersenyum. Sesekali tak luput melontarkan guyonan religiusnya. Walaupun cuma mimpi dan ngaji bersamanya, bagi saya adalah merupakan sebuah kebahagiaan. Apalagi di dalam pengajian itu ada sebuah amalan yang diberikannya kepada seluruh yang mengikut ngaji. Dan hampir 1 bulan setelah mimpi tersebut terus saya mengingatkan. Apa doa amalan yang diberikannya. Baru, Senin ( 21/3/2022) pukul 09.00 WIb secara tidak sengaja terbaca sebuah artikel tentang Gus Dur dan Mimpi Kyai Gunung dan sejumlah artikel lainnya. Doa ini bagus untuk diamalkan. Khasiatnya apa pun, saya pun tak tahu. Tapi ternyata banyak juga manfaatnya.

Baca Juga :  Quo Vadis Paradigma Berkomunikasi


Kehadiran Gus Dur terbawa dalam mimpi bisa jadi juga disebabkan awalnya, memang dalam satu hari itu teringat-ingat sudah lama tidak mendengar syair shalawatan yang dilantun Gus Dur. Terutama sejak dalam beberapa minggu ini, handpone yang selalu digunakan untuk menghidup shalawatan Gus Dur. Entah kemana rimbanya.


Sebab, ada kebiasan kecil yang dilakukan di rumah sejak anak-anak masih kecil hingga kini sudah tumbuh dewasa. Yaitu, kalau tidur dihidupkan ayat kursi melalui handphone. Apalagi kalau yang bungsu, tahu betol. Kalau belum dihidupkan ayat kursi hingga bangun pagi maka dia akan tercari-cari minta dihidupkan. Sedangkan kalau pagi sehabis Shalat Subuh maka selalu dihidupkan Syair Shalawat yang dilantunkan Gus Dur. Kebiasan-kebiasan ini, agak sedikit terganggu sejak handphonenya hilang entah dimana diletakkan.


Apakah karena faktor pikiran ini maka akhirnya terbawa ketidur. Tapi terlepas dari itu semua sebagai orang yang menggagumi pikirannya sejak kuliah maka kehadiran dan bisa ketemua langsung. Apalagi dalam ngaji bersamanya, kemudian dia memberikan senyum dan menganggukan kepala adalah menjadi sebuah kebahagiaan. Semoga membawa keberkahan, terutama dalam terus mencari dalamnya ilmu. ***

* Dawami S.Sos M.I.Kom, Dosen IAITF Dumai, Pegiat Lingkar Pojok Literasi, Konsultan Komunikasi Politik & Pemerintahan, Jurnalis Senior Wartawan Utama.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *