Yenny Wahid: Radikal Disebabkan Frustrasi dan Diprovokasi Bahasa Agama atau Politik

Advertisements

BUALNEWS.COM — Yenny Wahid. anak kedua Gus Dur menyatakan penyebab dan solusi menghadapi radikalisme yang terus merebak di Indonesia. Menurut dia, salah satu faktor yang membuat orang menjadi radikal adalah rasa frustrasi.

Peringatan haul ke-12 Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur digelar pihak keluarga di kediaman di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada Kamis (30/12) malam. Sejumlah tokoh nasional turut hadir. Gus Dur meninggal dunia pada 30 Desember 2009.

Hal itu diketahui berdasarkan hasil riset Wahid Foundation selama beberapa tahun terakhir. “Salah satu faktor yang membuat orang (menjadi) radikal itu adalah kegelisahan, rasa gelisah, rasa putus asa, rasa frustrasi,” ujarnya saat konferensi pers acara Haul Gus Dur ke-12 di Ciganjur, Jakarta Selatan, Kamis (30/12).

Rasa frustrasi saja tentu tak serta merta membuat seseorang menjadi radikal. Tapi, lain ceritanya ketika rasa frustrasi itu disirami pesan-pesan provokatif dengan bahasa-bahasa yang emosional.

“Bahasa emosional itu biasanya adalah bahasa agama atau bahasa politik. Maka kemudian terciptalah yang namanya sikap radikal,” kata Yenny.

Menurut dia, solusi mengatasi radikalisme ini harus dari dua sisi. Pertama, dari sisi penegakan hukum. Dia meminta penegakan hukum tak pandang bulu terhadap orang-orang radikal yang telah melanggar hukum.

Aparat juga harus menjerat orang-orang yang menyebarkan pesan-pesan provokatif dan kebencian. “Orang yang menyebarkan retorika, apalagi yang berkaitan dengan hate speech atau ujaran kebencian ini juga harus ditindak tegas,” ujarnya.

Solusi kedua adalah mengatasi akar masalahnya, yakni rasa frustrasi tadi. Tanpa menyelesaikan akar persoalannya ini, radikalisme tak akan pernah bisa dituntaskan.

Baca Juga :  Cara Menjadikan dan Membuat Foto Landscape Ciamik

Menurut Yenny, sebagian besar orang-orang yang gelisah merupakan pemuda. Kegelisahan mereka salah satunya muncul dari media sosial. Tak jarang, anak muda ini menjadi korban bullying di media sosial. Di sisi lain, mereka juga berambisi menjadi influencer tapi berujung gagal.

Rasa frustrasi itu kemudian terpendam dan kian hari kian menebal karena tak ada ruang bagi mereka untuk menyalurkan. “Frustasi, marah, nah ini dilampiaskan, ada yang bilang, oh gara-gara orang kafir lah, gara-gara orang dari luar, dan macam-macam. Terciptalah xenofobia, terciptalah sikap radikal itu,” ujarnya. ***

Editor: Wadami

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *