Sintong : Disini Ada Jalan Putri Hijau

Advertisements

BUALNEWS.COM — Tepat pukul 15.30 Wib, Selasa (18/01 2022) kami sudah sampai di salah satu kepenghuluan, Kabupaten Rokan Hilir bernama Kepenghuluan Sintong Bakti, tepatnya di Jalan Putri Hijau.

Untuk sampai di Kepenghuluan Sintong Bakti maka kami memulai perjalanan dari Kota Dumai sekitar pukul 13.00 lewat dan sampai pukul 15.00 lewat. Artinya, lebih kurang dua jam lewat pula waktu dalam perjalanan. Sebelum sampai ke Kepenghuluan Sintong Bakti ada banyak perkampungan tapak sejarah orang melayu Sungai Rokan harus kami lewati. Dimulai dari Mamugo, Rantau Bais, Teluk Berembun, Ujung Tanjung, Sedingginan, Teluk Mega dan sampailah ke Kepenghuluan Sintong Bakti.

Memang secara garis besar adalah perjalanan hari ini pergi bersilaturahmi keluarga dengan atas nama kondangan nikah. Tapi lebih daripada itu, banyak hal yang bisa kami diskusikan. Mulai dari masalah soal sosial, zakat dan wakaf, kebudayaan Sungai Rokan yang membentang dan menjulur dari hulu ke hilir, ekonomi politik terkait kecerdasan Presiden Jokowi membangun narasi komunikasi politik hingga menamakan ibukota negara baru bernama Nusantara hingga yang lebih penting lagi mendiskusikan terkait dengan masa depan Kampus Sang Pemimpin IAITF Dumai,

Sebelum sampai ditempat acara, kami disambut sebuah tugu dengan orang bersorban putih sambil berkuda menyimbolkan seorang pangeran atau raja atau panglima. Konon ceritanya, hal ini berkaitan dengan sang putri yang kini diberi nama jalan utama di kampung itu yaitu Putri Hijau.

Letaknya persisi di jalan persimpangan empat menghubungan beberapa daerah lain di kepenghuluan ini. Ada yang mengarah dimana mobil kami lalu tadi yaitu Sedinginan, Manggala Jonson, Sungai Rokan/Siarangarang dan Jalan Utama Putri Hijau Sintong Bakti arah yang akan kami tuju.

Baca Juga :  Peringati Hari Pohon Sedunia Apical Dumai Tanam Seribu Pohon Mangrove

Walaupun sebenarnya, bagi saya ini buka kali pertama kemari. Saya kemari sempat bersama almarhum mertua Tengku Hasan Basri atau orang lebih mengenalnya Abah Ise, sambil jalan-jalan mengenal kampung lama usai melihat kebun di Simpang Benar.

Kemudian, seingat saya lagi pertama sekali kemari saat menjadi wartawan Riau Pos dalam rombongan Gubernur Riau terpilih waktu itu ingin balek kampung ke Pujud, H Saleh Djasit. Kami singgah di pasar lama tepi Sungai Rokan di Sidinginan dan di Sintong kami berhenti dibekas puing-puing Candi Sintong yang masih misterius kajiannya. Walapun menurut ahli budaya dan antropologi Riau bahwa candi ini bisa menjadi awal peradaban Pulau Sumatera diperkirakan lebih tua dari Candi Muara Takus di Kampar.

Perhatian selanjutnya,  terutama dalam perjalanan bersama pak Rektor IAITF Dumai, Dr H Ahmad Rozai Akbar S.Ag MH dan Ketua Yayasan IAITF Dumai, Dr HM Rizal Akbar SSi M.Phil serta Imam adalah cerita pak Rektor bahwa pernah mengisi ceramah di Masjid Raya Annur hingga pulang ke Dumai pagi pukul 03.00 Wib. Itu menarik dan yang lebih menarik sesungguhnya adalah nama jalannya yaitu Jalan Putri Hijau.

Pemikiran pun juga terlintas pada sebuah buku tentang Putri Hijau dalam cerita Kerajaan Melayu Deli Tua dan buku bacaan lain yang juga bercerita dan mengisahkan tentang Putri Hijau di Kerajaan Perkaitan, sekarang masuk Kabupaten Rokan Hilir. Tapi pencarian fokus tentang kisah putri hijau yang menjadi cerita bagi masyarakat sepanjang Sungai Rokan.

Singkat cerita, Putri Hijau adalah seorang putri dari Gunung Ledang, Tanah Semenanjung Melaka sangat cantik yang berkeinginan mencari suami sehingga turun gunung. Tersebab cantik maka Sultan Mansursyah menitahkan kepada Laksamana Hang Tuah untuk mencari dan meminangnya. Tapi secara halus, putri menolaknya hingga membawa diri hingga akhirnya sampai di Pulau Sumatera atau lebih tepatnya dalam penyamarannya di Kerajaan Deli Tua dan pada akhirnya meneruskan perjalanan penyamaranya sampai di Kerajaan Perkaitan. Pertemuan dengan Datuk Panglima Penjarang bertugas mengurus keamanan istana negara adalah menjadi awal kisah terjadi. Dalam proses perjalanan sang waktu mereka saling jatuh cinta dan menikah atas izin ibunda Dayang Sri Bulan. Dalam proses hidup itulah, tersebut beberapa nama daerah seperti Sangku Duo, Pembujukan dan Padangpendapatan hingga Siarangarang pada akhirnya sebagai tempat mereka membagun rumah tangga dan mahligai keluarga. Cerita ini menjadi roh kekuatan jati diri daerah dalam menyimbolkan sebuah proses perjalanan hidup.

Baca Juga :  Presiden Jokowi Bakal Subsidi Pertalite

Bagi kami, hingga bisa sampai disini juga adalah merupakan bagian dari membangun rasa berkomunikasi dari proses menghayati kekuatan silaturahmi dan menjaganya agar tetap tersambung dengan baik. Terutama dalam mengenal kampung orang, tradisi, ragam budaya, sejarah dan tapak bingkai peradaban yang mengulur menjadi buhul menyatukan hati. Semoga bermanfaat. ***

Dawami S.Sos M.I.Kom, Dosen IAITF Dumai, Pengiat Pojok/Lingkar Literasi Tafidu, Jurnalis Senior Wartawan Utama.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *