Santri dan Politik Idiologi

Advertisements

BUALNEWS.COM — Sarungan, shalawatan,  selalu menjadikan kopiah hitam sebagai identitas dan kitab-kitab kuning sebagai bacaan wajib. Itulah kaum santri dan dengan menjadikan kiyai sebagai pohon rindang berteduh, kuat dan untuk bernaung mencari ilmu agama untuk keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.

Identitas politik shalawatan inilah melahirkan kekuatan besar jamaah dan mudah digerakkan dalam membangun kekuatan politik. Tidak terkecuali identitas politik dari politik idiologi berjamaah besar di dunia bernama Ahlussunah wal Jamaah An-Nahdiyah.

Melalui kekuatan resolusi jihad para ulama menjadi kekuatan politik idiologi sehingga Bung Tomo melaungkan gelora kemerdekaan RI di Surabaya dan melalui kekuatan ini pula Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika berdiri satu dalam sumpahnya yaitu satu bahasa, satu bangsa dan bertanah air satu Indonesia.

Begitu besarnya jasa santri sehingga membuat Presiden Jokowi mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 tentang Hari Santri Nasional yang diperingati setiap 22 Oktober.

Semua berangkat dari fatwa jihad pendiri Nahdhatul Ulama (NU) KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Fatwa tersebut begitu heroik membangkitkan semangat juang rakyat Indonesia saat itu, hingga pecah perang 10 November 1945 yang kemudian diperingati Hari Pahlawan setiap tahunnya.

Menariknya, meski berjasa besar dalam merebut kemerdekaan, tidak membuat kaum santri lupa bahwa Indonesia adalah rumah bagi seluruh umat beragama. Oleh sebab itu, dalam pertemuan pada 1936 di Banjarmasin, para ulama NU menegaskan format ideal Indonesia sebagai negara adalah Darus Salam (negara damai), bukan Darul Islam (negara Islam). Tentunya ini berangkat dari realita bahwa Indonesia terdiri dari berbagai pemeluk agama, ras, suku dan antar golongan. Multikulturalitas ini merupakan modal besar Indonesia menjadi bangsa yang besar dan kuat.

Baca Juga :  Kampanye Pemilu 2024 Calon DPD RI Nomor 20, Dr HM Rizal Akbar M.Phil : Ajak Masyarakat Cerdas Memilih

Tepatlah sudah para kiyai pun menegaskan Indonesia sebagai negara bangsa (nasionalisme), bukan negara agama. Dengan demikian, pemikiran para kiai ini menjadi format ideal dalam pembentukan dasar bernegara. Ini juga yang kemudian menginspirasi Pancasila dan UUD 1945, yang dibahas dalam sidang konstituante.

Bukti nyata ini menunjukan kaum santri telah menunjukkan sikap politik negara yang luar biasa. Dalam beberapa isu di media massa, kaum santri lebih mengangkat isu kedaulatan negara, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Pilar negara tersebut menjadi komitmen mereka untuk senantiasa dijaga dan dipertahankan. Tentunya hal ini menjadi penting ketika Indonesia berada dalam pusaran pengaruh globalisasi liberalisme dan radikalisme.

Di sektor lain, sebut saja ekonomi dan kebudayaan, pengaruh asing sudah menerobos hingga ke ruang privat. Hal itu tidak lepas dari pengaruh kemajuan teknologi informasi. Pengaruh dunia internasional yang dikendalikan oleh kapitalisme global kian liberal, dan begitu jauh dengan kultur berpikir, sikap dan tindakan masyarakat santri Indonesia.

Pengaruh globalisasi liberalisme itu merusak nilai-nilai agama, budaya dan tradisi, termasuk nilai-nilai Pancasila. Propaganda liberalisme disebarkan demikian gencar dengan peralatan teknologi dan strategi yang sangat canggih.

Politik kaum santri telah melahirkan perlawanan secara kultural terhadap dominasi asing. Politik tersebut dikembangkan dalam praktik keagamaan yang mengedepankan kemanusiaan. Didalamnya menjadikan agama sebagai instrumen promosi kemanusiaan melawan hegemoni globalisasi liberalisme. Pengukuhan spiritualitas ini dibutuhkan, karena tanpanya, bangsa ini rentan menghadapi berbagai isu global yang tak seluruhnya sesuai dengan tradisi kebangsaan. Tema Hari Santri 2021 yaitu Santri Siaga Jiwa Raga adalah.menjadi buhul dari simpul kita sebagai jamaah Ahlussunah wal Jamaah An-Nahdiyah. ***

KampusIaitfdumai,14.20Wib, 15/11/2021

Penulis : Dawami S.Sos M.I.Kom, Dosen IAITF Dumai, Jurnalis Senior Wartawan Utama, Pegiat Lingkar Literasi.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *