Akad Ijarah Munthiya Bit Tamlik Pada Bank Syariah

Advertisements

BUALNEWS.COM — Bank adalah lembaga keuangan yang dipercaya oleh masyarakat, memiliki peran dan kedudukan dalam pembangunan nasional. Pertumbuhan perbankan Syari’ah yang semakin meningkat menyebabkan perbankan Syari’ah mengeluarkan produk-produk model akad baru.

Bentuk model akad baru lembaga keuangan syari’ah adalah akad pembiayaan IMBT. Pada tahun 1970, perbankan syari’ah melaksanakan kemajuan secara global dengan cara membentuk dua sistem. Pertama, membentuk bank Syari’ah yang beriringan dengan bank konvensional (dual banking system) seperti yang ada di Mesir, Malaysia, Arab Saudi, Yordania, Kuwait, Bahrain, Bangladesh, dan Indonesia. Kedua, sistematisasi bank secara kelengkapan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam yang telah ada di Sudan, Iran, dan Pakistan. Semua ini diawali karena adanya dukungan yang memadai.

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) merupakan kombinasi akad jual beli dengan sewa dan atau perjanjian sewa barang yang berakhir dengan kepemilikan barang. Ada dua bentuk IMBT; Pertama, Ijarah dengan kesepakatan menjual objek pada akhir masa sewa, Kedua, Ijarah dengan kesepakatan memberi hibah pada akhir masa sewa.

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik (IMBT) berasal dari dua kata, yaitu Al-Ijarah (sewa) dan At-Tamlik (kepemilikan). Al-Ijarah dari kata al ajru yang artinya upah atas jasa atau pahala serta At-Tamlik berarti kepemilikan. Dalam buku Fahd al-Hasum “Al-Ijarah al-Muntahiya bi Al-Tamlik fi Alfiqh Al-Islam” mengartikan Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik adalah kepemilikan kegunaan/manfaat sebuah barang dalam jangka waktu yang sesuai kesepakatan dan di ikuti pengalihan hak kepemilikan barang dari pemilik barang pada penyewa/nasabah, dengan memakai alternatif tersebut.

Undang-Undang Perbankan Syari’ah mendeskripsikan Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik pada Pasal 19 ayat (1) huruf f UU Perbankan Syari’ah No.21 Tahun 2008, bahwa akad IMTB adalah perjanjian yang menyediakan dana dalam bentuk akad. Dalam rencana pengalihan hak suatu barang atau jasa yang harus disesuaikan dengan transaksi nasabah. Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik adalah sebuah bentuk aktivitas usaha bank Syari’ah atau Lembaga Keuangan Syari’ah yang berdasarkan dengan prinsip Syari’ah. Selain Undang-Undang Perbankan Syari’ah, Fatwa DSN-MUI juga mendeskripsikan akad Ijarah Muntahiya bi Al-Tamlik. Fatwa DSN-MUI No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiya Bi Al-Tamlik, berarti jual beli sewa. Al-Ijarah Muntahiya Bi Al-Tamlik adalah kesepakatan sewa yang terdapat pilihan untuk mengalihkan kepemilikan barang sewa pada penyewa setelah berakhirnya masa penyewaan.

Baca Juga :  Dosen Kolaborasi Bersama Mahasiswa STIE Syariah Melaksanakan Pengabdian di MAN 1 Plus Keterampilan Bengkalis

Ijarah Muntahiya Bit Tamlik dalam bank syari’ah disebut dengan istilah financial lease, yang artinya kombinasi antara transaksi sewa dangan jual beli. Dengan demikian, kepemilikan barang sewa dapat berubah dari yang awalnya milik bank, diakhir masa sewa menjadi milik nasabah. Bentuk-bentuk pengalihan kepemilikan IMBT yaitu:

  1. Hibah diakhir masa sewa, yaitu saat diakhir masa sewa barang dihibahkan kepada penyewa.
  2. Harga yang berlaku pada saat akhir masa sewa, yaitu saat diakhir masa sewa barang dibeli nasabah dengan harga yang berlaku kala itu.
  3. Harga ekuivalen pada masa sewa, yaitu saat nasabah membeli barang sewa diwaktu masa sewa belum berakhir, nasabah wajib melakukan pembayaran dengan harga ekuivalen.
  4. Bertahap selama masa sewa, yaitu ketika pengalihan kepemilikan di lakukan secara bertahap/step by step dengan cara melakukan angsuran selama masa sewa berlangsung.
    Transaksi ini didasarkan kepada pengalihan kegunaan (hak pakai) yang akan menyebabkan pengalihan kepemilikan (hak kepemilikan) baik berupa kontrak hibah, ataupun berupa perjanjian jual beli IMBT yang mempunyai tujuan yang mulia yaitu memecahkan permasalahan yang ada di tengah masyarakat masa kini. IMBT terdiri dari:
  5. Ijarah berupa perjanjian dalam jual beli di masa akhir sewa, keputusan dalam menjual dagangan ketika masa akhir sewa biasanya dipilih ketika kesanggupan keuangan penyewa dalam melunasi sewa memilki kemungkinan yang kecil. Karena sewa yang dilunasi memiliki kemungkinan kecil untuk dibayar, maka penimbunan nilai sewa yang sudah terbayarkan sampai akhir masa sewa tak mencukupi harga beli dagangan serta margin laba yang telah dicantumkan oleh bank.
  6. Ijarah berupa perjanjian memberi hibah di masa akhir sewa. Pilihan dalam menyumbang dagangan di akhir sewa biasanya dipilih berdasarkan kesanggupan keuangan penyewa dalam melunasi relatif besar, sehingga penimbunan sewa di masa akhirnya mencukupi untuk menutup harga beli dagangan serta margin laba yang telah dicantumkan oleh bank.
    Penerapan akad ijarah pada perbankan Syari’ah digunakan untuk transaksi ijarah dan IMBT. Biasanya bank Syari’ah memakai IMBT karena dalam pembukuannya lebih simpel dibandingkan dengan akad-akad bank Syari’ah yang lain. IMBT (sewa dengan opsi beli) merupakan perjanjian sewa yang dapat diakhiri dengan memiliki barang tersebut. Implementasi IMBT di perbankan Syari’ah meliputi: Pertama, penanggungan investasi, contohnya membeli mesin. Kedua, penanggungan nasabah, contohnya pembelian mobil, rumah, dan lain-lain. Berikut tahapan-tahapannya:
  7. Nasabah harus mengatakan kepada bank jika ia ingin memiliki barang sewaan tersebut.
  8. Bank harus melakukan penyelidikan terhadap nasabah sebelum menyewakan barang.
  9. Apabila bank menyetujui kontrak, sesuai aturan IMBT bahwa pada awal transaksi, bank menjadi pemilik barang.
  10. Bank membeli barang untuk kebutuhan nasabah.
  11. Nasabah harus melakukan akad Ijarah tentang masa waktu penyewaan barang serta bank harus memberikan barang sewa tersebut untuk dipakai nasabah.
  12. Setiap bulan nasabah harus membayar uang barang sewaan kepada bank sesuai perjanjian kontrak.
  13. Bank melaksanakan depresiasi barang, depresiasi barang ditanggungkan di perincian laba rugi.
  14. Di akhir masa sewa, bank dan nasabah bisa mengalihkan kepemilikan barang dengan cara melakukan jual beli dan dibayar melalui mencicil.
  15. Pengalihan kepemilikan barang dapat dilakukan pada akhir masa sewa dan bank akan mengakhiri kontrak dengan melakukan hibah. Di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES), ketetapan tentang Ijarah Muntahiya Bit Tamlik disusun dalam pasal 9 dan pasal 332-329. Aplikasi IMBT menerapkan rukun dan syarat akad ijarah untuk digunakan dalam kontrak. Kontrak ini berisi perjanjian pihak pemilik barang (bank) dengan pihak penyewa (nasabah) yang diakhiri pembelian barang/objek ijarah oleh penyewa. Pengalihan kepemilikan dapat dilakukan setelah masa sewa berakhir.
    Lembaga Keuangan Syari’ah dalam pemberian hak dan kewajiban pemilik barang sewa (muajjir) dan penyewa (musta’jir) di IMBT dipaparkan di dalam Fatwa DSN dan Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan terkait kontrak seringkali dipakai dalam aktivitas-aktivitas perusahaan. Sesuai prinsip Syari’ah hak dan kewajiban pihak pemilik barang/owner dan pihak penyewa adalah:
  16. Hak dan kewajiban pemilik barang (muajjir) Implementasi Ijarah Muntahiya Bit Tamlik, pihak pemilik barang (muajjir) wajib melakukan wa’ad, yakni kesepakatan untuk pengalihan kepemilikan barang pada masa berakhirnya sewa. Wa’ad memiliki sifat tidak mengikat, berarti apabila wa’ad dilakukan lantas ketika masa sewa berakhhir bank serta si nasabah harus alias wajib melakukan akad pengalihan kepunyaan barang. Hak pemilik barang (muajjir) adalah sebagai berikut:
    a. Memperoleh uang yang berasal dari upah sewa si penyewa (musta’jir). Di syariat, upah adalah hak pemilik barang (muajjir) dan kewajiban penyewa (musta’jir).
    b. Penarikan atau penyitaan barang yang dilakukan oleh bank jika nasabah tidak mampu melunasi sewa sesuai kesepakatan yang dibuat.
    c. Pada akhir masa sewa, pengalihan barang sewa dapat dialihkan kepada nasabah lain jika nasabah pada awalnya tidak mampu membayar.
  17. Kewajiban pemilik barang (muajjir) adalah sebagai berikut:
    a. Bank wajib dapat menyiapkan barang-brang sewa yang dibutuhkan para nasabah.
    b. Bank harus menangani biaya pemeliharan barang sewa, kecuali, dalam perjanjian nasabah yang menangani biaya tersebut.
    c. Bank harus membuktikan bahwa barang sewa tidak rusak serta bisa dimanfaatkan dengan sebai-baiknya.
  18. Hak dan Kewajiban Penyewa (musta’jir) Hak Penyewa (musta’jir) sebagai berikut
    a. Memakai barang sewa sesuai perjanjian yang telah disepakati;
    b. Mendapatkan barang sewa dengan situasi baik dan layak dipakai.
    c. Di akhir masa sewa, terdapat pengalihan kepemilikan barang sewa, atau bisa memperpanjang kontrak/masa sewa, dan bisa juga dengan mencari nasabah lain yang lebih berminat, jika hal ini terjadi maka nasabah awal tidak dapat memiliki kepemilikan.
  19. Kewajiban Penyewa (musta’jir) sebagai berikut:
    a. Melunasi barang sewa berdasarkan perjanjian kontrak.
    b. Merawat dan memakai barang sewa sesuai perjanjian
    c. Nasabah tidak boleh menyewakan barang yang ia sewa kepada orang lain.
    d. Menjaga dan memelihara barang sewa dengan baik dan benar.Dalam suatu transaksi bank pasti selalu ada manfaat dan resiko yang ditanggung bagi pihak bank maupun nasabah, begitu juga akad Ijarah Muntahiya Bit Tamlik yang mempunyai manfaat & resiko yang wajiib diantisipasi pihak pemilik barang sewa (bank) dan pihak penyewa (nasabah). Berikut manfaat dan resiko yang harus diantisipasi dalam kontrak IMBT. Manfaat yang terdapat dalam akad ini IMBT untuk bank dan untuk nasabah, ialah: a) Untuk Bank: 1) Menjadi suatu bentuk penyaluran dana dalam bank. 2) Mendapatkan pembayaran berupa imbalan/fee/upah. b) Untuk Nasabah: 1) Mendapatkan barang yang dibutuhkan dan manfaatnya. 2) Sebagai sumber pembiayaan perbankan Syari’ah guna mendapatkan nilai guna dari suatu barang atau mendapatkan kesempatan untuk kepemilikan barang. 2. Resiko Akibat yang kemungkinan muncul di dalam kontrak Ijarah Muntahiya Bit Tamlik ialah: 1) Default, yaitu ketika nasabah tidak mamput membayar biaya selama barang sewa masih digunakan oleh penyewa (nasabah). 2) Rusak, jika barang sewa rusak saat masih di dalam kontrak mengakibatkan biaya pemeliharaan meningkat ditambah jika biaya pemeliharaan barang dibayar oleh bank. 3) Berhenti, jika nasabah tiba-tiba menghentikan perjanjian alias kontrak di tengah masa dan tidak mau atau tidak memiliki keinginan untuk memiliki barang sewa sehingga pihak bank wajib memperhitungkan ulang profit dan memberikan kembali/mengembalikan sebagian dari uang sewa kepada nasabah. ***
Baca Juga :  Wisuda XVI STIE Syariah Bengkalis: Penutup Era Sebelum Transformasi ke Institut Syariah Negeri

Penulis : Syass Nabila, Mahasiswa Program Studi Akuntansi Syari’ah, STIE Syari’ah Bengkalis

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *