Harga Beras Melejit, Rakyat Menjerit

Advertisements


BUALNEWS.COM — Beras merupakan komoditas strategis dalam ekonomi Indonesia karena menjadi sumber makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia. Di Indonesia, padi yang menghasilkan beras mempunyai sejarah panjang sebagai makanan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Tanaman yang memiliki nama latin Oryza Sativa ini diperkirakan sudah menjadi makanan pokok bangsa ini sejak masa kerajaan Hindu-Budha di Nusantara. Sehingga sampai saat ini kedudukan beras tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia.

Berdasarkan peraturan Badan Pangan Nasional Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2023 dalam penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras untuk wilayah Provinsi Riau kategori beras Medium dengan harga Rp 11.500/Kg dan kategori beras Premium Rp 14.400/Kg, namun kenyataan itu tidak selaras dengan kenyataan yang terjadi dipasaran. Hal ini juga dinyatakan oleh Badan Pangan Nasional dalam sistem Panel Harga Pangan yang menunjukkan nilai harga beras setiap provinsi yang ada di Indonesia. Pada awal Maret 2024 wilayah Provinsi Riau untuk harga beras medium Rp 13.600/Kg sedangkan untuk Kabupaten Bengkalis mencapai Rp 15.000/Kg, sementara untuk kategori beras Premium Provinsi Riau dengan harga Rp 16.300/Kg dan untuk wilayah Kabupaten Bengkalis Rp 17.000/Kg.

Kenaikan Harga beras yang tinggi jauh di atas HET sejak awal tahun 2024 disebabkan produksi yang menurun sebagai dampak perubahan cuaca akibat El Nino dan insentitas yang cukup serius. Fenomena cuaca tersebut menyebabkan musim hujan di Indonesia tidak merata. Dimana ada daerah yang frekuensi dan curah hujannya tinggi, serta ada pula yang sedang, bahkan rendah sekali. Sehingga mempengaruhi produksi beras nasional. Disamping itu, ketidakpastian pasar beras global dengan kebijakan India yang menutup ekspornya diikuti beberapa negara eksportir lain yang juga memberikan sinyal pembatasan ekspor telah membuat harga beras bergerak naik.

Baca Juga :  Rute Jalur Perdagangan Sutra

Dengan data yang dipaparkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia sebenarnya merupakan salah satu negara produsen padi terbesar di dunia dengan produksi padi mencapai 60 juta ton atau setara beras 34 juta ton per tahun. Namun tingginya tingkat konsumsi beras nasional tidak diimbangi dengan peningkatan produksi yang memadai sehingga membuat Indonesia menjadi salah satu importir beras terbesar di dunia sejak tahun 1998. Tahun 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia melakukan impor beras sebanyak 3,06 juta ton. Angka impor tersebut merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Impor beras terbanyak berasal dari Thailand, yaitu pada angka1,38 juta ton atau mencakup 45,12 persen dari total impor beras.

Kemahiran penduduk indonesia dalam bertani yang mampu menanam padi sebagai pemenuhan bahan pokok untuk konsumsi sendiri , tetapi dikarenakan cuaca yang kurang bersahabat dengan para petani padi juga membuat produksi beras petani mengalami penurunan yang drastis. Hal itu menyebabkan petani yang biasa mengkonsumsi hasil panennya sendiri karena hasil panen yang kurang bagus membuatnya harus membelli beras dipasar untuk kebutuhannya sendiri.

Kenaikan harga beras yang terjadi di masyarakat membuat sebagian masyarakat baik dari kalangan bawah hingga menengah merasakan dampak secara langsung dalam memenuhi kebutuhan pokok yang satu ini, Kenaikan harga itu berpotensi mengerus kesejahteraan masyarakat dan dikhawatirkan menambah angka kemiskinan nasional. Kenaikan harga beras nasional di Indonesia adalah salah satu bencana ekonomi yang sedang terjadi dan sangat berpengaruh.

Terlebih lagi saat ini sudah memasuki bulan suci Ramadhan dan menghadapi Hari raya Idul Fitri yang tentunya masyarakat sangat membutuhkan bahan pangan beras ini. Walaupun dalam keadaan sedang berpuasa tetapi dalam waktu berbuka dan sahur nasi sangat dicari, karena tipe masyarakat Indonesia itu adalah belum puas dan kenyang jika makan tidak tanpa nasi. Beras ini banyak diolah menjadi berbagai macam olahan agar tidak bosan saat makan seperti lontong bahkan juga dibuat kue sebagai takjil menu berbuka puasa. Kebiasaan yang sudah menjadi tradisi disaat disaat hari raya Idul Fitri maka akan banyak menggunakan beras sebagai bahan olahan untuk membuat menu makana hari raya sperti ketupat dan lain sebagainya untuk menjamu sanak saudara yang sedang silaturhami.

Baca Juga :  Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Inflasi dan Pengangguran

Pada akhir Ramadhan nanti tiba waktu untuk membayar zakat, dimana ada sebagian pembayaran zakat menggunakan beras, walaupun diganti dengan uang tunai tentunya saat membayar zakat fitrah harus menggikuti harga beras dipasaran berdasarkan jenis beras yang dikonsumsi sehari hari.

Kenaikan harga beras itu disadari sebagai masalah jangka pendek. Artinya, harga naik harus segera dikendalikan. Pada masalah yang satu ini fokus perhatiannya adalah masyarakat berpendapatan rendah, yang dinilai rentan terhadap kenaikan harga. Tentunya akan sangat berpengaruh terhadap aspek lainnya.Pemerintah terus melakukan kebijakan stabilisasi harga dan dukungan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Sejak Januari 2023, hal itu dilakukan melalui program penjualan beras Stabilisasi Pasokan Harga Pangan (SPHP). Mulai Maret 2023 juga dilakukan program pemberian bantuan pangan oleh Bulog. Penjualan beras SPHP Bulog dilakukan dalam bentuk beras kemasan kecil 5 Kg untuk konsumsi rumah tangga, dengan harga Rp 500-Rp 1.000 per Kg lebih rendah daripada harga pasar untuk kualitas yang sama sehingga dengan harga beras yang tinggi masyrakat diberi kemudahan untuk membellinya dengan harga yang sedikit lebih rendah perKg nya.

Beras SPHP (Stabilisasi Pasokan Harga Pasar) dijual secara eceran (Ritel) melalui penjual mitra Bulog, yang diusahakan berlokasi di tempat-tempat strategis yang selama ini menjadi lokasi tempat pembelian beras oleh masyarakat, seperti pasar rakyat dan toko eceran. Selain beras SPHP, Bulog juga menjalankan program pemerintah dalam bentuk pembagian bantuan pangan berupa 10 kg beras secara gratis kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM), yaitu rumah tangga masyarakat berpendapatan rendah. Diyakini hal ini dapat mengendalikan harga beras, setidaknya selama 3 sampai 4 bulan ke depan hingga menjelang akhir tahun, sekaligus memberikan manfaat lebih ke masyarakat berpendapatan rendah.

Baca Juga :  Laksamana Hang Tuah: Tak Melayu Hilang di Bumi

Sampai saat ini masalah kenaikan harga ini tampaknya belum akan berakhir. Terbukti sampai saat ini harga beras belum menunjukkan pada harga yang bersahabat dengan masyarakat. Indonesia masih berada pada musim paceklik hingga enam bulan ke depan. Panen dalam negeri belum akan terjadi dalam jumlah yang besar hingga April-Mei 2024. Iklim juga masih dalam ketidakpastian dengan perkiraan resmi dari otoritas meteorologi bahwa iklim masih berada dalam cakupan fenomena El Nino yang cukup ekstrim ini.

Diharapkan Program-program yang berbasis data, ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan petani sebagai pusat perhatian utama, berikut pelibatan semua pelaku dalam sistem agribisnis beras, harus terus dikembangkan untuk mengatasi permasalhan dalam pemenuhan kebutuhan bahan pangan pokok masyarakat indonesia dan bahan pangan lainnya yang saat ini juga merangkak ikut naik perlahan, juga kepada seluruh pihak terkait yang berkompeten dalam menetapkan suatu kebijakan, ketentuan serta peraturan disetiap menghadapi dan mengatasi masalah perekonomian nasional agar lebih tepat sasaran agar permasalahan nasional yang terjadi dapat teratasi dengan baik dan merata. ***

Penulis: Nor Lolita Mayasari, Prodi Hukum Ekonomi Syariah, STIE Syari’ah Bengkalis

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *