Konsep Economi Value of Time Dalam Ekonomi Islam

Advertisements

BUALNEWS.COM — Economic value of time adalah nilai ekonomi waktu, menurut ekonomi syari’ah, waktu itu sama saja tidak ada nilai waktu dari uang. Dalam Al-Qur’an disebutkan nilai waktu, nilai ekonomi waktu, ditentukan oleh keimanan, amal baik, saling mengingatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran. Hal ini terkandung dalam Q.S Al-‘Asr [103]: 1-3.

Surah Al-‘Asr ini menunjukan bahwa waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu. Namun, nilai dari waktu tersebut tergantung pada bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif dan efesien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya.

Dalam economic value of time, Islam menganjurkan untuk melakukan bisnis atau perdagangan dan investasi di sektor rill, dengan menggunakan sektor rill akan memberikan pendapatan bagi masyaraka, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya beli mereka terhadap suatu komoditas. Islam menganjurkan menggunakan economic value of time, karena Islam tidak mengenal konsep time value of money, tetapi Islam mempunyai konsep economic value of time yang artinya bahwa yang berniali waktu itu sendiri.

Landasan atau keadaan yang digunakan oleh ekonomi konvensional yang ditolak dalam ekonomi Islam yaitu keadaan, al-ghunmu bi al-ghurni (mendapatkan hasil tanpa memperhatikan resiko). “Contoh dari keadaan ini yaitu “Beberapa individu mungkin tergoda untuk berinvestasi dalam asset atau bisnis yang sedang tren atau popular tanpa memperhatikan resiko yang terkait. Mereka mungkin terpengaruh oleh keinginan untuk terlihat sukses dan mengikuti tren, tanpa melakukan analisis yang menyeluruh tentang potensi keuntungan dan kerugian.”

Baca Juga :  Peran Green Economy Terhadap Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia

Kemudian keadaan yang ditolak dalam ekonomi Islam yaitu keadaan, al kharaj bi la-dhaman (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan suatu biaya). Contoh dari keadaan ini yaitu “Ketika seseorang meminjam uang, kemudian si peminjam harus mengembalikan uang lebih besar dari pada uang yang dipinjam dikarenakan adanya bunga, dan bunga tersebut dikatakan riba dan haram serta bertentangan dengan syari’at Islam.

Keadaan ini juga ditolak oleh teori keuangan, dengan menjelaskan adanya hubungan antara resiko dan kuntungan, bukankah keuntungan yang besar maka besar juga resikoya. Aktivitas bisnis tidak boleh dipastikan bahwa ia akan mendapatkan keuntungan dimasa mendatang, karena manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi hari esok. Dalam bisnis seseorang mengahadapi satu diantara tiga hal : positif retrun, negative retrun, bahkan no retrun. Hal ini didasarkan dari Al-Qur’an “Dan tidak ada seseorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Q.S Luqman (31:34).

Atas dasar ini maka aktivitas bisnis sebaiknya didasarkan pada mudharabah, musyarakah, maupun yang lain, yang tidak mengandung unsur kepastian, dimana keuntungan dibagi setelah usaha selesai. Oleh karena itu, konsep time value of money tidak selaras dengan konsep ekonomi Islam, dan teori ini lah yang mengeluarkan konsep bunga (interest) maka teori tersebut harus ditolak.

Penulis : Tria Rahma, Program Studi Manajemen Keuangan Syari’ah, STIE Syari’ah Bengkalis.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *