Maqashid Syariah: Prinsip Dasar Syariat dalam Menjaga Relevansi Hukum Disetiap Zaman

Advertisements

BUALNEWS.COM — Di tengah Derasnya arus perubahan zaman, Maqashid Syariah (tujuan-tujuan syariat islam) berdiri teguh bagaikan mercusuar yang senantiasa bersinar, menuntun perjalan hukum Islam dengan petunjuk yang abadi. Konsep ini, yang dikembangkan oleh para ulama klasik seperti “Imam Al-Ghazali dan Imam Asy-Syathibi”, menawarkan pendekatan yang komprehensif. Syariat bukanlah sekadar kumpulan aturan kaku, melainkan sebuah sistem kehidupan yang berorientasi pada kemaslahatan umat (jalb al-mashalih) baik di dunia maupun akhirat.

Keunggulan Maqashid Syariah terletak pada kemampuan untuk beradaptasi tanpa mengabaikan prinsip-prinsip dasarnya. Salah satu contoh yang dapat dilihat adalah fatwa mengenai transplantasi organ. Meski terdapat larangan terhadap mutilasi jenazah (ghasl al-mayyit), para ulama memperbolehkanya dengan berpegang pada prinsip hifdz an-nafs (menjaga jiwa). Keputusan ini dihasilkan melalui proses ijtihad kolektif (mujtama‘ al-fuqaha’) yang cermat, menegaskan bahwa syariat selalu mendukung kehidupan.

Dalam konteks ekonomi digital, prinsip keadilan (‘adl) dan larangan terhadap gharar (ketidakpastian) menjadi pilar penting. Cryptocurrency, misalnya, tidak serta-merta dilarang hanya karena sifat inovatifnya, melainkan perlu diteliti secara mendalam untuk memastikan apakah ia memenuhi prinsip muamalah yang sahih atau justru mengandung unsur spekulasi. Namun, fleksibilitas ini tetap memiliki batas tidak boleh mengabaikan nash yang qath‘i (pasti) atau prinsip-prinsip dasar syariat.

Sebagaimana ditekankan oleh Asy-Syathibi dalam karya beliau, Al-Muwafaqat, syariat merupakan rahmat yang tetap relevan sepanjang masa, asalkan tujuannya senantiasa terjaga, yaitu “melindungi agama (hifdz ad-din), jiwa (hifdz an-nafs), akal (hifdz al-‘aql), keturunan (hifdz an-nasl), dan harta (hifdz al-mal) yang dikenal sebagai al-kuliyat al-khamsah (lima kebutuhan dasar manusia)”.

Baca Juga :  Perdagangan Semokel dan Lintas Batas

Dengan mengedepankan Maqashid Syariah, hukum Islam terhindar dari dua ekstrem: “kekakuan tekstual (jumud) yang menolak semua perubahan dengan alasan “tidak ada contoh di zaman Nabi”. Di sisi lain, kita juga menjauhi pembaruan yang tanpa batas (ifrath) yang mengubah hukum syariat secara sembarangan dengan dalih modernisasi.

Dengan demikian, syariat tidak lagi dipandang sebagai belenggu, melainkan sebagai pelindung kehidupan yang kaya akan hikmah. Itulah letak keabadiannya mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan esensinya. ***

“Referensi: Kitab Al-Muwafaqat, Al-Mustashfa, dan kajian kontemporer Maqashid Syariah.”

*Penulis: Nur Annisa Ananda Putri, Jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Institut Syariah Negeri Junjungan Bengkalis, Provinsi Riau.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *